REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan upaya pembebasan sandera secara militer di wilayah Filipina memerlukan proses panjang mengingat negara tersebut tidak dengan mudah mengizinkan ada operasi militer asing di negaranya.
"Itu harus melalui proses yang panjang, undang-undang di Filipina itu tidak membolehkan tanpa izin dia punya DPR. Sama juga dengan negara kita. Tapi itu dimana-mana menjadi opsi," kata JK di Jakarta, Selasa (12/7).
Ketentuan pengaturan Filipina tersebut harus dihargai mengingat itu dilakukan demi kehormatan negaranya. "Sama saja jika ada orang Filipina disandera di sini (Indonesia), memangnya kita mau izinkan tentara Filipina untuk membebaskan? Pasti tidak. Jadi tidak semudah itu," jelasnya.
Baca: 'Abu Sayyaf Ingkar, Saatnya Diplomasi Senjata'
Upaya kerja sama antarpemerintah untuk membebaskan WNI yang menjadi sandera kelompok bersenjata Abu Sayyaf dilakukan dengan koordinasi antara Pemerintah Indonesia dan Filipina. "Menhan kita (Ryamizard Ryacudu) sudah ke Filipina, Menlu (Retno Marsudi) juga sudah ke sana, Dubes kita sudah bekerja, Presiden Jokowi sudah mengirimkan surat, jadi semuanya sudah dijalankan," katanya.
Kini yang dilakukan Pemerintah Indonesia adalah terus mendesak Pemerintah Filipina untuk segera merealisasikan perundingan untuk membebaskan sandera tersebut. Pada 23 Juli 2016, Kementerian Luar Negeri RI mendapatkan konfirmasi terkait penyanderaan terhadap tujuh anak buah kapal (ABK) berkewarganegaraan Indonesia yang membawa kapal tugboat Charles 001 dan Kapal Tongkang Robby 152 di perairan Filipina.
Penyanderaan di Laut Sulu itu terjadi dalam dua kejadian, yaitu pada 20 Juni pukul 11.30 waktu setempat dan pukul 12.45 waktu setempat oleh dua kelompok bersenjata yang berbeda. Pada saat kejadian, kapal tersebut berisi 13 orang ABK yang enam di antaranya dibebaskan oleh perompak sambil membawa kedua kapal tersebut ke Samarinda, Kalimantan Timur.
Ini merupakan penyanderaan terhadap WNI yang ketiga kalinya di perairan Filipina oleh kelompok bersenjata Abu Sayyaf.