REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Badan Narkotika Nasional (BNN) ingin ada peningkatan komitmen dari negara-negara wilayah ASEAN dalam pemberantasan narkoba dalam wadah Gugus Tugas Interdiksi Pelanuhan Laut ASEAN (ASEAN Seaport Interdiction Task Force/ASEAN SITF).
"Tujuan pembentukan ASEAN SIFT adalah sebagai wadah para penegak hukum untuk berkolaborasi, berkoordinasi, dan mengambil inisiatif untuk melakukan interdiksi lalulintas peredaran gelap narkotika melalui check-points pelabuhan internasional di Kawasan ASEAN,"kata Kepala BNN Komjen Budi Waseso di Batam, Rabu (20/7).
Pembentukan SIFT, kata dia, juga sebagai cara dan jalan untuk mendorong meningkatkan kerja sama antarpenegak hukum ASEAN, pelaku kepentingan untuk menggagalkan atau menghentikan lalulintas peredaran gelap narkotika untuk kawasan ASEAN atau transit di ASEAN saja.
"Wilayah ASEAN adalah kawasan maritim sehingga pelayaran dan pelabuhan adalah merupakan sarana dan prasrana penting bagi kemajuan dan kemakmuran ASEAN. Jangan sampai hal tersebut juga dimanfaatkan untuk penyelundupan narkoba," kata Budi.
Menurut data badan dunia yang menangni narkoba (Unodc), kata dia, lalulintas peredaran narkoba yang melalui jalur laut merupakan bagian terbesar bik dalam jumlah maupun hasil sitaannya yang mencvapai 80 persen dari total sitaan.
"Hal ini harus dicegah mengingat Operasionlisasi ASEAN Airport Interdiction Task Force tidak cukup efektif membendung rus masuk narkotika apabila tidak dibarengi dengan SIFT. Apalagi bagi Indonesia yang memiliki jalur pantai sangat panjang sehingga sangat rawan terhadap masuknya narkoba," kata Budi.
Tugas penegak hukum ASEAN SIFT adalah memperkuat jaringan kerjasama antar unit interdiksi pelabuhan dari lembaga anti narkotika Asean termasuk negara mitra. Selain itu juga untuk meningkatkan pertukaran informasi danintelejen dari peredaran gelap narkoba.
"Peningkatan koordinasi dalam operasi dan investigasi juga akan ditingkatkan sehingga upaya pemberantasan narkoba bisa maksimal," kata dia.
Budi juga menyampaikan selama 2015 ada enam ton sabu yang diamankan, sementara sekitar 30 ton lainnya berhasil beredar. Akbatnya dalam satu hari 41-50 orang meninggal karena narkoba.
"Ada sekitar 72 jaringan narkotika internasional, yang setiap bandarnya bisa meraup uang sebesar Rp 3,6 triliun dari hasil menjual narkotika,"kata Budi.
Menurut dia, saat ini narkoba sudah beredar keseluruhan penjuru kota dan desa dengan cara penyelundupan berbeda beda.
"Untuk itu semua instansi seperti Bea Cukai, Imigrasi, TNI dan semua lapisan harus bersinergi untuk perangi narkoba yang sudah merusak dan membunuh generasi bangsa," kata Budi.