REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Kuncoro Adi Purjanto mengatakan, untuk mencegah merebaknya kasus vaksin palsu kembali di Indonesia banyak hal yang harus dibenahi. Hal-hal yang harus dibenahi dalam pengadaan vaksin mulai dari perencanaan, pengadaan, dan penyimpanan.
"Norma-norma pengadaan obat dan vaksin juga diatur dalam akreditasi rumah sakit, kalau norma tersebut dilaksanakan dengan benar oleh rumah sakit maka hasilnya akan sama-sama baik semuanya," katanya, Kamis (21/7).
Selain itu, ujar Kuncoro, guna menghindari pembelian vaksin palsu rumah sakit seharusnya membeli vaksin di distributor resmi. Karena pabrik yang resmi untuk impor vaksin itu tutup, sehingga rumah sakit sempat kebingungan mau membeli vaksin dari mana.
Seharusnya rumah sakit menahan diri untuk tak membeli vaksin selain dari distributor resmi. Sebab kasus vaksin palsu ini terjadi karena beli dari distributor tak resmi.
Rumah sakit, kata Kuncoro menerangkan, wajar jika mengalami kesulitan dalam pembelian vaksin. Sebab yang disediakan oleh pemerintah selama ini hanya vaksin dasar, sedangkan vaksin lain yang tak disediakan pemerintah harus impor.
Anggota Komisi IX DPR RI dari FPKS Ahmad Zainuddin mengatakan, maraknya peredaran vaksin palsu di sejumlah rumah sakit menimbulkan kekhawatiran di masyarakat. Kementerian Kesehatan harus bergerak cepat membenahi sistem di rumah sakit untuk memulihkan kembali kepercayaan publik.
Apakah hadirnya vaksin palsu, ujar dia, dipicu karena kekosongan vaksin impor di awal 2016. Tersangka dalam kasus vaksin palsu ini bisa bertambah, makanya Menteri Kesehatan harus segera melakukan pembenahan total terhadap sistem pengawasan farmasi di fasilitas kesehatan, serta melakukan pendataan dan validasi ulang distributor-distributor farmasi resmi.
Kasus ini, kata Zainuddin, menunjukkan adanya praktik mafia di dunia kedokteran dan rumah sakit. Sebab yang jadi tersangka mulai dari kepala rumah sakit, dokter, hingga perawat.