REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Peneliti sejarah dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Sardiman menilai, Jenderal Soedirman adalah sosok yang demokratis. Sardiman mengatakan, hal itu tergambar dari sikap Soedirman yang mau menaati kebijakan negara meski memiliki pemikiran yang bertolak belakang.
"Soedirman sebagai pejabat negara mencontohkan diri sebagai orang yang sangat demokratis. Ketika pemerintah atau negara memutuskan suatu hal, Soedirman menaati dan memperjuangkannya meski ia punya pemikiran berbeda," kata Sardiman, Selasa (26/7).
Hal itu, kata Sardiman, salah satunya terjadi ketika peristiwa gencatan senjata Indonesia dengan Belanda pada 1949. Soedirman saat itu tak menyetujui kebijakan politis tersebut. "Itu bukti Soedirman mementingkan yang terbaik demi bangsa dan negara," ujarnya.
Sardiman mengatakan, Soedirman juga merupakan seorang yang religius. Dalam pertempuran di Ambarawa pada 12 Desember 1945, ujarnya, Soedirman menyempatkan diri untuk shalat tahajud sebelum memulai serangan. Setelah menang, Soedirman pun langsung mengambil air wudhu untuk melakukan sujud syukur.
"Hal itu menunjukkan Soedirman merasa keberhasilannya terjadi karena kehendak Allah," ujar Sardiman.