REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Malta menolak perpanjangan visa bagi pekerja Korea Utara, secara efektif mengusir mereka. Tindakan ini dilakukan setelah kampanye diplomatik dengan Korea Selatan dan kelompok hak asasi manusia.
Korsel telah menekan beberapa negara yang memiliki hubungan dengan Korut untuk mendorong perubahan di negara itu. Seperti diketahui, Korut telah dikritik karena catatan hak asasi manusianya dan menyalurkan upah yang diterima pekerja di luar negeri ke Korut.
Malta menolak perpanjangan visa kepada 20 pekerja Korut yang telah bekerja di sebuah perusahaan konstruksi dan konveksi. Kantor berita Korsel Yonhap melaporkan, semua pekerja telah meninggalkan Malta dan kembali ke Korut.
Sebuah sumber diplomatik di ibu kota Valletta mengatakan, Malta telah mengambil langkah setelah dorongan oleh Korsel dan kelompok hak asasi manusia yang mengangkat kekhawatiran tentang kondisi yang dihadapi pekerja Korut.
Sayangnya, para pejabat di konsulat Malta di Seoul tidak bisa dihubungi untuk memberikan komentar.
Korut berada di bawah teknan diplomatik sejak uji coba nuklir Januari dan peluncuran roket jarak jauh pada Februari. Tindakan Korut itu menyebabkkan pengetatan sanksi resolusi baru Dewan Keamanan PBB pada Maret.
Korsel telah membuat upaya-upaya diplomatik untuk melibatkan sekutu tua Korut menekan perubahan di negara terisolasi itu.
Awal tahun ini, Namibia menghentikan hubungan dengan dua perusahaan yang dikelola negara Korut. Menurut media Nabia dan pemerintah Korsel, perusahaan itu telah membangun sebuah pabrik amunisi dan terlibat dalam proyek-proyek militer.
Polandia belum mengeluarkan visa baru bagi Korea Utara tahun ini sebagai reaksi terhadap tes peluncuran roket Korut dan nuklir pada awal tahun. Hal ini juga dilakukan di tengah kekhawatiran Pyongyang mungkin akan menundukkan pekerja untuk kondisi yang melanggar hak-hak mereka.