Sabtu 30 Jul 2016 21:27 WIB

Tindakan Keras Anti-Gulen Meluas ke Afrika

Red: Nur Aini
Ulama Turki yang tinggal di AS,  Fethullah Gulen.
Foto: reuters
Ulama Turki yang tinggal di AS, Fethullah Gulen.

REPUBLIKA.CO.ID,MOGADISHU -- Hanya 12 jam setelah kudeta gagal di Turki, kabinet Somalia bersidang di Mogadishu untuk mempertimbangkan permintaan Ankara menutup dua sekolah dan satu rumah sakit terkait Fathullah Gulen, ulama Turki tertuduh otak percobaan kudeta itu.

Pengaruh Turki di kawasan Tanduk Afrika (Somalia, Ethiopia, Kenya, Sudan Selatan, Yaman, Eritrea, Djibouti, dan Sudan) yang membuka jalan upaya pembangunan kembali antarbangsa setelah beberapa dasawarsa dilanda peperangan dan keguncangan, bukan keputusan sulit. Guru dan murid, sebagian besar warga Somalia, di dua asrama sekolah besar kelolaan Yayasan Pendidikan Gulen Nile Academy itu diberi waktu tujuh hari untuk membereskan tas mereka dan jika mereka orang asing, maka diminta meninggalkan negara itu.

"Dengan mempertimbangkan permohonan dari negara saudara kami Turki, sejumlah menteri kabinet menyetujui pasal berikut, menghentikan layanan Nile Academy, termasuk sekolah, rumah sakit," kata pernyataan pemerintah tertanggal 16 Juli 2016. Sepekan kemudian, perintah tersebut ditindaklanjuti dengan surat.

Hubungan Turki dan Somalia sangat kuat. Presiden Tayyip Erdogan menjadi pemimpin pertama non-Afrika yang mengunjungi Somalia dalam kurun hampir 20 tahun saat dia melakukan kunjungan pada 2011 sebagai Perdana Menteri Turki. Turki merupakan penyokong utama bantuan kemanusiaan sejak bencana kelaparan 2011 dan Ankara melanjutkan pembangunan sejumlah rumah sakit dan pengiriman bantuan ke seluruh pelosok Somalia.

Penutupan sekolah dan rumah sakit di Somalia itu merupakan upaya yang jauh lebih luas untuk meruntuhkan pengaruh Gulen. Erdogan berjanji untuk membersihkan Turki dari apa yang disebut kanker Gulen, tidak hanya pengikut ulama tersebut di dalam negeri, melainkan juga jaringannya dan kepentingan lainnya di dunia.

Sekolah Gulen menjadi sumber utama pengaruh dan pendapatan bagi gerakan "Hizmet". Gulen mengelola sekitar 2.000 yayasan pendidikan di 160 negara dari Afghanistan hingga Amerika Serikat. Sekolah tersebut pada umumnya, mengajarkan kurikulum sekuler dalam berbahasa Inggris dan terkenal, khususnya di negara miskin terkait elit politik dan bisnis.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement