REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Dalam unjuk rasa yang dihadiri lebih dari satu juta warga Turki, Ahad (7/8) di Istanbul, Erdogan menyatakan akan menerapkan hukuman mati jika didukung anggota parlemen dan warga Turki.
"Keputusan ini (hukuman mati) adalah keputusan parlemen Turki. Saya nyatakan di awal, saya akan menyetujui keputusan yang dibuat oleh parlemen,” ujarnya.
Uni Eropa menolak pemberlakukan hukuman mati di Turki. Jika Ankara menerapkan hukuman mati, maka jalan Turki bergabung dengan Eropa akan tertutup.
Seluruh negara yang tergabung dalam Uni Eropa memang tak diperbolehkan untuk menerapkan hukuman mati. Hal ini telah disampaikan juru bicara Kanselir Merkel, Steffen Seibert, beberapa saat setelah Pemerintah Turki mengeluarkan isyarat untuk memberlakukan hukuman mati.
"Jerman dan para anggota Uni Eropa sudah punya sikap yang tegas. Kami menolak hukuman mati dan negara yang menerapkan hukuman tersebut tak bisa menjadi anggota Uni Eropa," tegas Seibert seperti yang dilansir BBC, Selasa (19/07).
Baca juga, Kudeta Militer Turki Terkoordinasi Baik dan Hampir Berhasil.
Meski begitu, Erdogan tetap bersikeras bahwa keputusan ini boleh diterapkan jika diperlukan. "Mereka mengatakan tidak ada hukuman mati di Uni Eropa. Tapi AS menerapkannya, Jepang dan Cina pun menerapkannya. Sebagian besar dunia telah menerapkan hukuman mati. Jadi, mereka boleh menerapkannya jika perlu,” ucap Erdogan.
Ia juga menyebutkan, hingga tahun 1984 Turki juga menerapkan adanya hukuman mati. Erdogan menambahkan, “Kedaulatan milik rakyat, jadi jika kalian mendukung keputusan ini, saya yakin partai-partai politik akan setuju."