REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Masyarakat Amfoang Timur di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, yang berbatasan dengan wilayah kantung (enclave) Timor Leste, Oecusse harus memanjat pohon untuk mendapatkan sinyal dari operator Telkomsel Indonesia.
"Di wilayah Amfoang Timur belum ada tower BTS (Base Transceiver Station) sehingga untuk berkomunikasi lewat telepon selular, kami harus panjat pohon dulu," ujar Camat Amfoang Timur Anisitus Kase di pusat pemerintahan Kabupaten Kupang di Oelamasi, Senin (15/8).
BTS merupakan suatu elemen dalam jaringan seluler yang berperan penting sebagai pemancar dan penerima sinyal dari handphone pengguna (MS/Mobile Station). Sebagian besar wilayah perbatasan Indonesia yang berbatasan dengan Timor Leste, belum terpasang BTS sehingga untuk berkomunikasi lewat handphone harus memanjat pohon untuk mendapat sinyal dari operator Telkom Indonesia.
Masyarakat di wilayah perbatasan yang menggunakan telepon genggam, umumnya terkena roaming internasional dari Timor Telkom, milik Timor Leste, baik roaming panggilan, sms (layanan pesan singkat) maupun roaming data. Untuk menghindari terjadinya roaming internasional, masyarakat di perbatasan RI-Timor Leste, seperti di Amfoang Timur itu terpaksa harus panjat pohon atau mendaki wilayah perbukitan agar bisa mendapatkan sinyal dari Telkomsel Indonesia.
"Kami tidak hanya mengalami persoalan komunikasi, tetapi juga infrastruktur jalan dan jembatan, sehingga masyarakat kami benar-benar merasa belum merdeka, padahal Indonesia tahun ini sudah 71 tahun merayakan kemerdekaannya," kata Camat Anisitus Kase. Oleh karena itu, ia mengaku bingung dengan adanya prioritas pembangunan di wilayah perbatasan negara yang terus dikumandangkan oleh pemerintah pusat, tetapi sampai sekarang bias pembangunan belum juga sampai ke tapal batas.
Sementara itu, Trainus Kameo, salah seorang warga Naikliu di wilayah Amfoang Timur, juga mengaku kesulitan untuk bisa berkomunikasi melalui telepon genggam selama berada di Naikliu, karena tidak ada jaringan BTS di sana. "Masalah komunikasi menjadi persoalan di Amfoang Timur, sekalipun satu tower BTS milik Telkomsel sudah dibangun di sana sejak tahun 2015, namun tidak berfungsi sampai sekarang. Kalau tower itu sudah berfungsi maka kami tidak mungkin lagi memanjat pohon atau mencari daerah ketinggian untuk mencari sinyal Telkomsel Indonesia," ujarnya.
Ia mengatakan sinyal dari Telkom Timor milik Timor Leste cukup kuat, namun konsekuensinya harus terkena roaming internasional. "Sekali sms, Rp 3.000 langsung lenyap, apalagi telepon. Isi pulsa Rp 100 ribu langsung ludes dalam waktu seketika," katanya mengisahkan roaming internasional yang dialami warga perbatasan.