REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai sosok mantan Menteri ESDM, Arcandra Tahar sebenarnya berpotensi untuk ikut memperkuat pembangunan di Indonesia, khususnya sektor minyak dan gas (migas). Namun, sangat disayangkan karena lulusan ITB itu tak sedari awal jujur mengatakan pernah mengucapkan sumpah setia kepada negara asing.
“Yang menjadi persoalan, dia (Arcandra) tidak menyampaikan informasi yang sesungguhnya (mengenai kewarganegaraan). Itu kesalahan,” ucap Refly Harun saat dihubungi, Selasa (16/8).
Hal itu pun berujung pada pemberhentian Arcandra secara hormat oleh presiden. Refly menilai langkah tersebut sudah tepat karena jika tidak dilakukan hanya akan menghambat pemerintahan.
Namun, persoalan baru muncul mengenai status kewarganegaraan Arcandra. Ia kemungkinan tak memiliki kewarganegaraan karena belum sepenuhnya menjadi WNI tetapi kewarganegaran Amerika Serikat pun sudah hilang karena menerima jabatan di negara lain.
Meski begitu, Refly mengaku ragu-ragu apakah proses pencabutan kewarganegaraan Amerika Serikat (AS) Arcandra sudah komplit. Ia pun menyarankan agar Arcandra memiliki kejelasan status kewarganegaraan, pemerintah harus membuat terobosan atau diskresi.
Ia menyarankan agar pemerintah mempermudah proses naturaliasi Arcandra untuk menjadi WNI. Apalagi, Arcandra bersedia kembali ke tanah air setelah 20 tahun bermukim di Amerika Serikat atas instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Ya memang dia secara substantif sudah kehilangan kewarganegaraan Indonesia. Tapi menurut saya, ya kita jangan kejam-kejam amatlah. Harus ada kebijakan diskresional. Saya setuju dia diberhentikan. Tetapi tidak setuju kalau dia kemudian ingin memilih WNI lalu dipersulit. Saya kira harus dipermudah,” katanya.