REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Turki akan segera membebaskan 38 ribu orang dari penjara. Langkah ini diambil untuk memperluas ruang bagi sasaran tahanan baru.
Menteri Peradilan, Bekir Bozdag mengatakan pemerintah mengeluarkan dekrit pembebasan sekitar 38 ribu pada Rabu. Pemerintah perlu mengurangi populasi penjara yang telah penuh. Sehingga ribuan orang bisa kembali ditangkap untuk penyelidikan terkait kudeta.
Dekrit ini dikeluarkan di tengah masa darurat negara yang diberlakukan tiga bulan setelah kudeta. Kondisi darurat memungkinkan pembebasan tahanan yang sudah menjalani masa tahanan selama dua tahun atau kurang.
Kebijakan ini tidak berlaku untuk sejumlah tahanan, seperti pelaku pembunuhan, kekerasan domestik, kekerasan seksual, terorisme, dan kejahatan lain melawan negara. Kebijakan juga tidak berlaku untuk kejahatan yang dilakukan setelah 1 Juli.
Bozdag menegaskan kebijakan ini bukan pengampunan atau amnesti, melainkan pembebasan kondisional yang diambil untuk kepentingan tertentu. Sejauh ini, 35 ribu orang telah ditangkap dengan tuduhan terkait dengan gerakan Fethullah Gulen. Presiden Recep Tayyip Erdogan menuduh Gulen dan pengikutnya melakukan upaya kudeta untuk menurunkannya dari tahta.
Erdogan terus mendesak AS untuk memulangkan ulama yang sekarang menetap di Pennsylvania tersebut. Gulen menyangkal semua tuduhan. Dari 35 ribu orang yang ditangkap, lebih dari 17 ribu orang telah menghadapi pengadilan formal, termasuk tentara, polisi, hakim, dan jurnalis.
Dalam dekrit terpisah yang juga dikeluarkan Rabu, pemerintah memecat 2.300 lebih personil pasukan kepolisian. Sebelumnya, 136 pejabat militer dan 196 otoritas teknologi informasi militer sudah lebih dulu dicopot dari jabatan.
Selain itu, dekrit Rabu juga mengizinkan pasukan angkatan udara memekerjakan pilot baru untuk mengganti pilot-pilot yang ditangkap. Penjara Turki yang berkapasitas 180 ribu tahanan kini dipenuhi orang-orang yang dituduh terkait gerakan Gulen.