REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli Rahim mengatakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani saat ini mulai mengorek dana tunjangan profesi guru. Di hadapan Komisi XI DPR RI, Menkeu menyatakan akan menahan Rp 23,3 triliun dana tunjangan profesi guru atau mencapai 33,4 persen dari total tunjangan profesionalisme guru yang mencapai Rp 69,7 triliun dalam APBN-P 2016.
"Kami minta tunjangan profesi guru jangan ditahan. Sebab menahan tunjangan profesi guru ini akan berdampak luar biasa terhadap kondisi pendidikan Indonesia," katanya, Sabtu, (27/8).
Jika tunjangan profesi guru ditahan, maka semangat guru akan menurun. Padahal, guru yang bertugas mendidik bangsa dan ini akan berimplikasi pada Indonesia 20-30 tahun yang akan datang.
Sikap pembelajar, ujar dia, akan ditinggalkan oleh guru sebab guru akan sibuk memperjuangkan haknya. Guru akan sibuk menghadapi debt collector karena guru akan sibuk mencari pendapatan tambahan untuk menutup lubang kebutuhan keuangannya.
Kemudian, Diklat Ujian Kompetensi Guru (UKG) yang sudah dipersiapkan akan kacau balau. Untuk apa ikut diklat UKG, jika pemerintah seenaknya mencabut tunjangan mereka.
"Jika pembelajaran tidak berjalan maksimal, tawuran akan semakin banyak karena siswa tak lagi terlayani dengan baik. Kualitas input guru akan kembali kacau, guru kembali akan menjadi profesi yang tak diminati sehingga yang memilih FKIP adalah mereka yang gagal masuk kedokteran, tak lulus di fakultas teknik dan tak tembus di fakultas hukum dan ekonomi," kata Ramli.
Oleh karena itu, lanjutnya, Menkeu Sri Mulyani yang juga pernah jadi dosen agar berpikir ulang untuk menahan tunjangan profesi guru. Jika harus dilakukan, berikan penjelasan lebih rinci dan jelas.
"Jika terjadi kesulitan keuangan negara, ada baiknya gaji pejabat tinggi yang dikurangi. Gaji anggota DPR dan DPRD dikurangi, mobil-mobil dinas pejabat yang mewah itu dijual saja agar tak boros BBM," ujarnya.