Senin 29 Aug 2016 19:39 WIB

Kemenristekdikti akan Permudah Regulasi Peneliti

Rep: Arie Lukhardianti/ Red: Yudha Manggala P Putra
Menristekdikti Mohamad Nasir (kiri).
Menristekdikti Mohamad Nasir (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) akan mempermudah regulasi riset yang dilakukan oleh para peneliti. Itu dilakukan untuk mendorong gairah penelitian di tanah air.‬

Selama ini dinilai banyak aturan yang menghambat penelitian di Indonesia sehingga tidak bisa berkembang dengan baik. Salah satunya aturan yang mengharuskan para peneliti mengurus pemeliharaan hak paten. Padahal, hal tersebut memerlukan biaya.‬

‪"Itu menyebabkan para peneliti enggan untuk melakukan paten. Sementara kita ini banyak inovator yang bagus," ujar Menristekdikti Mohammad Nasir kepada wartawan usai menerima tanah hibah ITB Jatinangor dari Pemprov Jabar dan peresmian empat gedung baru kampus ITB, di Jalan Ganesha, Kota Bandung, Senin (29/8).

‪Untuk merangsang gairah penelitian di tanah air, kata dia, baru-baru ini lahir undang-undang yang membebaskan biaya pemeliharaan hak paten bagi para peneliti. "Sekarang keluar undang-undang soal hak paten (peneliti) tidak perlu pemeliharaan lagi sampai lima tahun," katanya.‬

‪Menurut Nasir, apabila hasil penelitian yang dilakukan dilirik oleh dunia industri, maka hak paten menjadi kewajiban pelaku industri dan ada royalti kepada penelitinya. Jika pegawai negeri sipil yang melakukan penelitian maka royalti akan dicatat sebagai pendepatan negara bukan pajak.‬ ‪"Bagi saya ini tidak adil. Enggak sesuai dengan yang didorong," katanya.

Agar riset lebih baik, kata dia, makanya royalti ini harus kami serahkan kepada penelitinya 40 persen dan masuk ke kas negara 60 persen. Hal itu, diatur dalam Peraturan Mentri Keuangan Nomor 106/PMK/2016.

‪Selain itu, kata dia, saat ini Ia tengah memperjuangkan terkait riset atau penelitian. Yakni, masalah pengadaan barang dan jasa yang selama ini diatur dalam Perpres 54/2010. Dalam Perpres itu disebutkan jika riset termasuk sebagai pengadaan barang dan jasa.‬

‪Seharusnya, kata dia, riset jangan dikategorikan sebagai pengadaan barang dan jasa. Riset, harusnya memiliki komponen sendiri. Selama ini riset sesuai PMK (peraturan menteri keuangan) para peneliti harus menjabarkan perjalanan dinas, pembelian ATK, akomodasi, honorarium ini yang diatur dalam peraturan sendiri. Sehingga menyulitkan para peneliti.‬

‪Biaya riset, kata dia, harus berbasis output. Ia berharap, peneliti tidak dihantui soal pertanggungjawaban keuangan jadi peneliti berkewajiban hanya untuk hasilkan inovasi. "Harapan saya kedepan para peneliti sejahtera‎," katanya.‬

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

The Best Mobile Banking

1 of 2
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement