REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Pemerintah melihat tingginya risiko perkembangan virus Zika di Hong Kong, menyusul merebaknya kasus Zika lokal di Singapura. Pusat pelayanan kesehatan mulai melakukan tes darah dan urin.
Dilansir dari laman surat kabar Hong Kong berbahasa Inggris, The Standard, Selasa (30/8), Pusat Perlindungan Kesehatan sudah mengeluarkan surat kepada dokter dan rumah sakit untuk mendesak dilakukannya tes darah dan urin kepada para pasien yang berpotensi membawa virus.
Kondisi ini terjadi setelah Singapura dilaporkan terkena virus Zika pada akhir pekan. Ada puluhan kasus Zika lokal menular kepada warga dan pekerja asing di satu distrik. Tidak ada yang tercatat bepergian dalam beberapa waktu terakhir.
AFP melaporkan, angka penularan Zika di distrik itu sudah mencapai 50 kasus. Kendati demikian, banyak orang yang tertular virus Zika ini kembali pulih.
Seorang juru bicara Pusat Perlindungan Kesehatan mengatakan, merebaknya Zika di Singapura, kasus impor Zika pertama di Hong Kong sepekan lalu, dan tingginya volume perjalanan internasional telah menaikkan risiko terinfeksi Zika.
"Ada risiko tinggi terhadap masuknya virus Zika ke Hong Kong. Baik masyarakat maupun sektor kesehatan harus sangat waspada," kata dia.
Kasus impor Zika pertama di Hong Kong dialami seorang perempuan ekspatriat 38 tahun selepas melakukan perjalanan ke Kepulauan Karibia. Dia keluar dari rumah sakit pada hari berikutnya setelah dinyatakan bebas.
Asisten profesor klinis Jasper Chan Fuk-woo dari departemen mikrobiologi Universitas Hong Kong mengaku tidak terkejut dengan jumlah kasus Zika di Singapura. Ancaman penyebaran ke Hong Kong selalu ada.
"Dua sampai tiga pekan ke depan akan menjadi kurun waktu penting apakah ada warga lokal yang terjangkit virus ini," kata Jasper. Zika dapat menyebabkan bayi yang baru dilahirkan oleh perempuan yang terinfeksi virus ini menderita mikrocepalus.