REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Menjelang Idhul Adha, transaksi pembelian hewan kurban semakin meningkat. Masyarakat diminta berhati-hati dalam memilih hewan kurban. Hal ini karena, saat ini banyak hewan terutama sapi yang dipelihara di lingkungan tempat pembuangan akhir (TPA), sehingga mereka terbiasa memakan sampah.
Dosen Fakultas Peternakan UGM, Edi Suryanto mengimbau agar masyarakat tidak membeli sapi yang dipelihara dari lingkungan penuh sampah. Ia menyebutkan, kondisi tersebut dapat menyebabkan sapi terkontaminasi dengan berbagai macam penyakit. “Jangan beli sapi pemakan sampah karena banyak sumber penyakitnya,” kata Edi.
Menurutnya, sapi pemakan sampah umumnya banyak terkontaminasi penyakit, karena daging sapi mengandung logam berat. Maka itu, dagingnya sangat berbahaya apabila dikonsumsi. Padahal daging yang harus dikonsumsi itu harus sehat dan higienis. Selain terkontaminasi logam berat, sapi pemakan sampah juga bisa berisiko terkena penyakit infeksi bakteri dan virus yang membahayakan manusia.
Edi berpesan agar masyarakat atau panitia kurban tidak segan-segan menghubungi Dinas Peternakan setempat atau dokter hewan untuk pemeriksa hewan kurban. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan hewan kurban sebelum dan setelah disembelih. "Bisa meminta untuk dilakukan pemeriksaan antemortem dan postmortem pada dokter hewan,” kata Edi. Hal ini karena penyembelihan hewan kurban akan sangat berpengaruh bagi masyarakat luas. Karena ibadah kurban memberikan kesempatan bagi masyarakat luas untuk berbagi daging kurban untuk dikonsumsi.
Meski demikian, menurut Edi, aktivitas tersebut tidak mampu meningkatkan tingkat rata-rata konsumsi daging sapi per kapita. Adapun tingkat konsumsi daging sapi saat ini mencapai 2,56 kg per kapita per tahun. “ Tingkat konsumsi makan daging kita masih kalah dengan Malaysia yang sudah mencapai 15 kilo gram per kapita setahun,” katanya.