REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, Musni Umar berpendapat, terbongkarnya praktik prostitusi gay online yang melibatkan anak, menandakan sebagian orang memandang LGBT sebagai suatu bisnis. Apalagi, mereka yang memiliki kelainan seksual sering kesulitan menemukan korban untuk memenuhi hasratnya.
"Orang yang masuk dalam area gay itu sendiri melihat itu peluang, dan oleh karena itu mereka memanfaatkan LGBT ini sebagai sarana untuk mendapatkan uang," kata Musni saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (2/8).
Demi mengembangkan bisnis tersebut, para muncikari rela mendatangi desa-desa untuk mencari korban. Lagi-lagi, alasan ekonomi menjadi modal kuat yang dimanfaatkan mereka untuk memperluas jaringannya. Pelaku dapat dengan mudah merayu korban dengan mengiming-imingi pekerjaan.
"Pada umumnya, kehidupan masyarakat kita, terutama di desa-desa, kan tingkat ekonomi mereka susah dan pendidikannya rendah. Nah, akibat susah itu, para muncikari itu pergi ke kampung-kampung mencari mangsa," terang Wakil Rektor Ibnu Chaldun Jakarta tersebut.
Seperti pada umumnya, masyarakat dengan tingkat ekonomi lemah dan berpendidikan rendah tersebut mengharapkan kehidupan yang layak.
Baca juga, Mahfud MD: Ini Empat Pendukung LGBT.
"Kehidupan masyarakat itu kan mereka miskin, berpendidikan rendah, tapi mereka juga ingin senang. Orang tua di kampung itu kepingin juga melihat anak-anak mereka hidup senang. Itu dengan pembayaran, bisa meyakinkan kepada orang tua mereka, ya sudah anak-anak itu diambil (muncikari)," ungkap Musni.