Selasa 06 Sep 2016 13:37 WIB

MPR: Penghematan Anggaran Berpotensi Melanggar Hukum

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Ilham
Gedung MPR/DPR
Gedung MPR/DPR

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Jokowi mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2016 mengenai penghematan anggaran kementerian dan lembaga. Namun, langkah tersebut dinilai salah kaprah, mengingat APBN merupakan produk undang-undang.

Segala perubahan dalam APBN mesti dilakukan melalui rapat paripurna untuk mengubah UU APBN-P sebelumnya. ''Potensi melangar hukum ada, anggaran itu UU. Jadi untuk mengubah UU itu harus dengan UU,'' kata Wakil Ketua MPR RI Mahyudin kepada wartawan, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (6/9).

Idealnya, lanjut dia, pemerintah mengajukan APBN-P kedua. Sebab, tidak bisa mengubah APBN hanya dengan Inpres. Walaupun sudah APBN-P 2016, namun masih bisa ada APBN-P kedua.

Mengenai anggaran MPR yang tidak ikut dipotong, Mahyudin mengaku pihaknya telah melobi Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan untuk tidak memangkas anggaran MPR sebesar Rp 768 miliar lebih itu. ''MPR melobi, karena kita lebih kepada anggaran seperti sosialisasi. Tidak ada belanja barang. Itu tidak bisa dikurangi dan plotnya di bawah Rp 1 triliun. Sehingga, Sri Mulyani setuju anggaran MPR tidak dipotong,'' kata dia.

Walaupun Mahyudin tidak mempersoalkan penghematan APBN sebesar Rp 133 triliun itu. Namun mesti diperhatikan mekanismenya. Menurutnya, pembahasan APBN tidak cukup hanya di Badan Anggaran DPR, tapi harus dibawa ke Rapat Paripurna.

Ia menilai, DPR tentunya tidak akan mempersulit pemerintah untuk menghemat anggaran. Hanya saja, politisi partai Golkar itu tak mengerti mengapa pemerintah tidak mengajukan APBN-P kedua kepada DPR.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement