REPUBLIKA.CO.ID, ALLEPO -- Rusia dan pasukan pemberontak ragu gencatan bersenjata perang saudara Suriah yang baru lima hari berjalan dapat bertahan. Rusia memberi pertanyaan situasi di Suriah semakin memburuk.
"Tidak dapat bertahan," kata pejabat senior pemerintahan Rusia, Sabtu (17/9).
Gencatan bersenjata yang disepakati oleh Rusia sebagai pendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad dengan Amerika Serikat yang mendukung pasukan pemberontak telah mengurangi pertempuran sejak Senin lalu. Namun kekerasan diperbatasan Suriah sampai saat ini tidak berhenti.
Selain itu perjanjian untuk tidak menganggu pengiriman bantuan ke daerah-daerah yang membutuhkan tetap diblokir kedua belah pihak.
Sebelumnya Presiden Rusia Vladimir Putin juga meragukan komitmen Amerika untuk mempertahankan gencatan senjata. Tapi ia tetap yakin gencatan senjata adalah sesuatu yang diinginkan kedua belah pihak.
Para pemberontak mengatakan diawal perjanjian mereka enggan menjalankan gencatan senjata karena mereka yakin akan gencatan senjata tersebut tidak dilakukan oleh Rusia.
Tapi akhirnya mereka mau melakukannya karena mereka fikir akan dapat meringankan situasi buruk dari daerah yang mereka kepung. Para pemberontak menyalahkan Rusia yang telah menghancur perjanjian gencatan senjata.
"Gencatan senjata, seperti yang sudah kami peringatkan dan beritahu ke Amerika Serikat, tidak akan bertahan lama," kata salah satu pemberontak.
Sedangkan Rusia juga menyalahkan pemberontak dan meminta Amerika untuk memaksa mereka mematuhi ketentuan-ketentuan yang telah disepakati.
"Hal ini tidak mungkin untuk Rusia dalam perang upahan ini untuk membuat orang memenuhi kesepatan gencatan senjata, hal ini juga tidak mungkin untuk sponsor menyetujui kesepakatan ini ketika bom terjadi siang dan malam, di saat pihak lainnya, Amerika berperan hanya sebagai penonton," kata pemberontak Suriah.