REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Spesies badak Sumatra sedang mengalami krisis populasi. Itu berdasarkan data yang diungkap organisasi internasional terkait konservasi lingkungan dan hewan World Wildlife Fund for Nature-Indonesia (WWF-Indonesia).
Menurut data tersebut, badak Sumatra diperkirakan hanya tersisa kurang dari 100 individu berdasarkan kesimpulan para ahli dalam pertemuan PHVA (Population and Habitat Viability Assessment), dan selalu menurun setiap tahun. Kondisi Badak Sumatra (Dicerorinus sumatranus) tidak sebaik saudaranya yang hidup di Jawa. Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) nasibnya lebih baik, walaupun saat ini juga dihadapi masalah dengan terbatasnya luasan habitat yang mampu mengakomodir pertumbuhan populasinya.
Masalah lain yang dihadapi adalah pertumbuhan Langkap (Arenga obsitulia) yang sangat cepat sehingga menahan laju tumbuhnya pakan Badak Jawa di satu-satunya habitat mereka di Ujung Kulon.
Berdasarkan data terakhir yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), jumlah Badak Jawa di habitat terakhirnya di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) sebanyak 63 individu.
"Untuk menyelamatkan Badak Sumatera yang semakin kritis, perlu adanya pendekatan konservasi berbasis spesies seperti yang dilakukan pada Badak Jawa," kata Program Koordinator Proyek Ujung Kulon WWF-Indonesia Yuyun Kurniawan.
Meskipun diperkirakan jumlah populasi Badak Sumatra relatif lebih besar dari populasi Badak Jawa, tetapi keberadaannya tersebar dalam sub-sub populasi yang kecil. Dengan demikian, peluang pertumbuhan populasi Badak Sumatera relatif lebih rendah dibandingkan dengan Badak Jawa. Jika tidak dilakukan upaya-upaya proaktif untuk mengkonsolidasikan sub-sub populasi yang kecil tersebut, maka ancaman kepunahan lokal Badak Sumatera besar kemungkinan terjadi.
Jumlah populasi Badak Jawa pada tahun 1970 hanya ada 47 individu berdasar data WWF, kemudian naik menjadi 51 individu pada tahun 1981. Pada tahun 2014 dketahui jumlahnya 57 individu, dan tahun ini total 63 individu.
Peningkatan jumlah individu ini membuktikan bahwa upaya konservasi berbasis spesies perlu dilakukan juga untuk meningkatkan populasi Badak Sumatra.
"Upaya konservasi Badak Sumatra di Indonesia harus dilakukan dengan mengedepankan inovasi baru yaitu mendorong program pembiakan semi alami yang lebih aktif. Kondisi populasi di alam sudah sangat kritis oleh karenanya, perlindungan habitat saja tidak cukup untuk menyelamatkan Badak Sumatra," katanya.
Sementara itu, ia berpendapat, untuk Badak Jawa, manajemen habitat harus segera dilakukan dengan lebih agresif, melalui langkah-langkah pengendalian langkap yang merupakan spesies invasif dan sudah sangat menggangu habitat asli badak.
Rendahnya populasi Badak Jawa disebabkan beberapa hal diantaranya adalah tingkat reproduksi yang rendah, penurunan kualitas genetik, ancaman penyakit, ancaman ketersediaan pakan, persaingan ruang pakan dengan satwa lain (banteng), potensi bencana alam, dan perburuan. WWF-Indonesia juga mengingatkan bahwa pemerintah Indonesia mencanangkan target pertumbuhan populasi sebesar 10 persen untuk 25 satwa dilindungi pada kurun waktu tahun 2015-2019.
Termasuk di dalamnya adalah Badak Sumatera dan Badak Jawa. Untuk Badak Jawa, target ini hampir terpenuhi, sayangnya tidak untuk Badak Sumatra, yang junlah populasinya pada tahun 1974, diperkirakan antara 400-700 individu namun dlaam 10 tahun belakangan laju kehilangan populasinya mencapai 50 persen. Bahkan di salah satu kantong populasinya di Kerinci Seblat, Badak Sumatera sudah tidak ditemukan lagi sejak tahun 2008.