REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah tidak mau memberikan kelonggaran lebih banyak kepada wajib pajak dari pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang mengikuti amnesti pajak terkait bakal rampungnya periode pertama program ini.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi menjelaskan, wajib pajak dari UMKM sebetulnya sudah cukup mendapat kemudahan dalam hal tarif tebusan yang tidak berubah menurut periode. Berdasakan Undang-Undangan tentang Pengampunan Pajak, UMKM memang mendapat tarif tebusan sebesar 0,5 persen hingga akhir periode ketiga di Maret 2017 mendatang.
"Nggak ada (kemudahan), UMKM kan tarif sama, 0,5 persen. Ya udah. Semua sama, tidak ada penyederhaan formulir lagi. Formulir sudah mudah. Potensi mereka masih besar," kata Ken usai menghadiri sidang di Mahkamah Konstitusi untuk mendengarkan keterangan ahli terkait gugatan atas UU Pengampunan Pajak, Jakarta, Rabu (28/9).
Ken juga mengaku belum puas dengan raihan uang tebusan per hari ini Rabu (28/9) yang menyentuh angka Rp 78 triliun berdasarkan Surat Setoran Pajak (SSP) yang masuk. Alasannya, ia mengaku tidak punya target khusus kecuali terus menggenjot penerimaan negara dari pajak.
Ia menjelaskan, dana repatriasi yang masuk pun tidak bisa semata-mata diukur dari capaian repatriasi sepanjang program amnesti pajak. Menurutnya, aliran dana repatriasi bisa saja sudah masuk ke dalam negeri sebelum periode pengampunan pajak mulai pada Juli lalu. "Saya belum puas. Kan masih sampai tahun depan," ujar Ken.
Catatan Ditjen Pajak Kemenkeu, raihan penerimaan negara dari amnesti pajak hingga pukul 15.30 WIB ini, uang tebusan menyentuh Rp 78 triliun dilihat dari SSP. Sedangkan berdasarkan Surat Pernyataan Harta (SPH) yang masuk, uang tebusan masih Rp 54,3 triliun. Sementara itu total harta deklarasi sebanyak Rp 2.514 triliun.
Baca juga: Wapres Prediksi Tebusan Amnesti Pajak Capai Rp 80 Triliun di Periode I