REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seperti yang terus disosialisasikan oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Indonesia ke depan harus waspada terhadap perang proksi (proxy war). Karena, sejatinya penyebab perang proksi adalah memperebutkan energi dan sumber daya alam. Menurut Panglima TNI, negara Indonesia bisa menjadi perebutan bagi negara lain.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum APRI Gatot Sugiharto menjelaskan, pertambangan rakyat dapat membentengi negara terhadap terjadinya perang proksi. "Dengan diberikan peranan rakyat dalam memanfaatkan sumber daya alam di daerahnya masing-masing. Maka akan membuat rakyat berjaga dalam mengamankan asset SDA, sehingga tidak mudah terprovokasi terjadinya proxy war,” katanya dalam siaran pers, Ahad (9/10).
Gatot menjelaskan, pertambangan rakyat akan sangat menguntungkan pemerintah dan rakyat. Terkait kabar pertambangan rakyat merusak lingkungan, kata dia, hal itu karena tidak diberikannya kesempatan untuk memperbaiki tambang ilegal.
Menurut dia, sebenarnya dasar hukum pertambangan rakyat sebagai potensi ekonomi kerakyatan dan bukan kejahatan sangat kuat. Seperti dijelaskan pada UUD 1945, Pasal 33, Ayat (3), UU Nomor 4 Tahun 2009 Ttntang Minerba, UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan, dan UU Nomor 32 Tahun 1999 tentang HAM.
Gatot menjelaskan, keuntungan pertambangan rakyat dapat menambah pendapatan asli daerah (PAD), memperluas lapangan pekerjaan, memicu pertumbuhan perekonomian dari sektor pertanian, perdagangan, perikanan dan perternakan daerah setempat, serta dapat membentuk kemandirian ekonomi bagi pembangunan desa.
Karena itu, Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) akan menyelenggarakan Kongres ke-2 dan Konferensi Internasional Pertambangan Rakyat Indonesia di Auditorium Andrawina PT Aneka Tambang, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan pada 1–4 November 2016. Gatot mengatakan, kongres rencananya dibuka oleh Presiden Joko Widodo.