REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Dewan Nasional Setara Institute, Romo Benny Susetyo meminta tim kampanye pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta mencontoh penyelenggaraan Pemilu tahun 1955. Menurutnya saat itu, tidak ada kampanye yang bernuansa SARA.
"Masa kita gak bisa belajar dari itu. di situ ada Masyumi ada partai katolik, kristen, mereka bicara ide tidak menggunakan agama," katanya kepada Republika.co.id, Selasa (11/10).
Benny melanjutkan, meskipun warna Parpol dengan ideologi agama beragam namun mampu tidak melibatkan persoalan SARA. Hal tersebut karena mereka menggunakan nalar sehat dan argumentasi yaitu ideologi yang ditawarkan untuk menjawab persoalan bangsa.
Situasi seperti itu, menurut Benny menunjukkan kematangan politik yang luar biasa. Politik dijadikan sebagai aktifitas untuk membela kepentingan rakyat bukan bisnis maupun kelompok tertentu. Karena itu, Benny mengharapkan para tim kampanye pada Pilkada DKI Jakarta tidak menggunakan SARA.
"Sebab isu SARA itu menghina nalar sehar dan kemanusiaan kita," ucapnya.
Benny mengatakan di tahun 1955 partai politik menggunakan ideologi dan program guna menarik simpati rakyat. Sebab setiap partai politik memiliki ideologi untuk menyelesaikan persoalan.
Ia menambahkan, demokrasi saat ini lebih menampilkan sosok calon pemimpin daripada ideologi. Dengan begitu, partai politik menjual sosok yang pada akhirnya lebih tampak kepentingan individu daripada ideologi partai.
"Jadi ini hampir sama dengan model Amerika. Jadi orientasi pemasarannya market," ujarnya.