Selasa 11 Oct 2016 16:31 WIB

Tim Kampanye Pilkada Diminta Belajar dari Pemilu 1955

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Bayu Hermawan
Ilustrasi Pilkada Damai, Pilkada Serentak
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Pilkada Damai, Pilkada Serentak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Dewan Nasional Setara Institute, Romo Benny Susetyo meminta tim kampanye pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta mencontoh penyelenggaraan Pemilu tahun 1955. Menurutnya saat itu, tidak ada kampanye yang bernuansa SARA.

"Masa kita gak bisa belajar dari itu. di situ ada Masyumi ada partai katolik, kristen, mereka bicara ide tidak menggunakan agama," katanya kepada Republika.co.id, Selasa (11/10).

Benny melanjutkan, meskipun warna Parpol dengan ideologi agama beragam namun mampu tidak melibatkan persoalan SARA. Hal tersebut karena mereka menggunakan nalar sehat dan argumentasi yaitu ideologi yang ditawarkan untuk menjawab persoalan bangsa.

Situasi seperti itu, menurut Benny menunjukkan kematangan politik yang luar biasa. Politik dijadikan sebagai aktifitas untuk membela kepentingan rakyat bukan bisnis maupun kelompok tertentu. Karena itu, Benny mengharapkan para tim kampanye pada Pilkada DKI Jakarta tidak menggunakan SARA.

"Sebab isu SARA itu menghina nalar sehar dan kemanusiaan kita," ucapnya.

Benny mengatakan di tahun 1955 partai politik menggunakan ideologi dan program guna menarik simpati rakyat. Sebab setiap partai politik memiliki ideologi untuk menyelesaikan persoalan.

Ia menambahkan, demokrasi saat ini lebih menampilkan sosok calon pemimpin daripada ideologi. Dengan begitu, partai politik menjual sosok yang pada akhirnya lebih tampak kepentingan individu daripada ideologi partai.

"Jadi ini hampir sama dengan model Amerika. Jadi orientasi pemasarannya market," ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement