REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, negaranya tidak dapat menghadapi tuduhan telah melakukan kejahatan perang di Suriah. Menurutnya, dugaan yang dinyatakan oleh Prancis itu hanyalah sebuah retorika, tanpa memperhatikan realitas yang terjadi.
Sebelumnya, Prancis dalam pertemuan PBB meminta agar Rusia didakwa karena melakukan kejahatan perang di Suriah. Hal ini tepatnya setelah gencatan senjata antara pasukan pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Bashar Al Assad dan oposisi gagal diteruskan.
Rusia yang mendukung rezim Assad melakukan serangan udara di wilayah timur Aleppo. Serangan itu menyebabkan korban sipil berjatuhan di sejumlah daerah yang dikuasai oleh oposisi itu.
Putin mengatakan, fakta yang ada di lapangan adalah begitu banyak teroris bersembunyi di Suriah. Bahkan, mereka ada diantara para waga sipil. "Kami tidak bisa membiarkan teroris menggunakan orang biasa atau warga sipil dengan nama kemanusiaan. Ini adalah kenyataan menyedihkan dalam setiap perang, di mana terjadinya kematian," ujar Putin dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi Prancis, Kamis (13/10).
Ia juga menekankan tidak ada kejahatan perang yang dilakukan oleh Rusia. Segala sesuatu yang terjadi dalam pertempuran tak pernah menargetkan warga sipil, sesuai dengan apa yang diatur dalam hukum internasional.
"Ini hanya retorika politik yang saya yakin berasal dari mitra Barat kami, termasuk Amerika Serikat (AS) yang sangat bertanggung jawab atas terjadinya situasi ini," jelas Putin.
Rusia telah menuduh AS secara diam-diam mendukung kelompok teroris di Suriah, salah satunya Alqaidah. Hal ini dilakukan dalam upaya menggulingkan Assad dari kepemimpinan di negara itu.