Selasa 01 Nov 2016 07:19 WIB

Diundang ke Istana, Sikap MUI Tetap Kokoh Terkait Penistaan Agama

Rep: Rahmat Fajar / Red: Nur Aini
Logo MUI
Logo MUI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo mengundang Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), dan Pengurus Pusat Muhammadiyah ke Istana, Selasa (1/11). Belum diketahui secara pasti agenda pertemuan presiden dengan ketiga organisasi kemasyarakat tersebut.

Sekretaris Jenderal MUI, Anwar Abbas membenarkan adanya undangan tersebut. Menurut Anwar, ada 10 orang yang akan menghadiri undangan tersebut terdiri dari Ketua Umum, KH Ma’ruf Amin, dua orang wakil ketua umum, enam orang ketua, dan Sekjen.

“Agendanya belum tahu karena tidak dijelaskan,” ujar Anwar kepada Republika.co.id, Selasa.

Dalam undangan hanya disebutkan sebagai silaturahim dengan MUI, PBNU, dan PP Muhammadiyah. Namun, pertemuan dengan tiga ormas tersebut mengandung pertanyaan mengingat demo 4 November terkait dugaan penistaan agama Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama atau Ahok terus meluas.

Menurut Anwar, MUI tetap memegang teguh sikap resmi yang pernah dikeluarkan sebelumnya antara lain pernyataan Ahok dikategorikan menghina Alquran. Selain itu, menghina ulama memiliki konsekuensi hukum.

Untuk itu, kata Anwar, pemerintah dan masyarakat wajib menjaga harmoni kehidupan bergama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Aparat penegak hukum juga diminta tegas dalam memproses orang yang menistakan agama.

Selain itu, pemerintah wajib mencegah penodaan agama  dan Alquran dengan tidak melakukan pembiaran. Di samping itu, MUI juga meminta aparat penegak hukum proaktif memproses hukum secara tegas, cepat dan proporsional, serta profesional dengan mengedepankan keadilan. Sehingga masyarakat memiliki kepercayaan kepada aparat penegak hukum.

MUI juga mengimbau kepada masyarakat agar tetap tenang dan tidak melakukan tindakan hakim sendiri. Kasus Ahok harus diserahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum. “Indonesia negara hukum. Jadi kalau ada orang yang melanggar hukum ya hukum harus ditegakkan dan orang yang melanggar harus diproses,” kata Anwar.

Jika kasus penistaan agama tidak diproses, kata dia, kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan penegak hukum akan luntur. Kondisi seperti itu, Anwar menilai tidak baik dari perspektif kepentingan bangsa.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement