REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz menilai efektifitas kampanye melalui media sosial tidak sekuat dengan kampanye melalui pertemuan tatap muka langsung atau terbatas.
"Pertemuan tatap muka dan terbatas itu yang paling baik (dalam berkampanye), karena dari situ, gagasan dari paslon bisa terwujud dalam kesepakatan yang tersusun dalam kontrak sosial atau politik," ujarnya saat dihubungi Republika, Selasa (1/11).
Menurutnya media sosial (Medsos) memang cepat dalam mengirimkan pesan berupa gagasan atau ide ke banyak kalangan. Namun, gagasan tersebut belum tentu diterima oleh netizen. Sebab, masyarakat di dunia maya tentu sangat beragam dan berasal dari berbagai kalangan.
Bahkan, gagasan yang disampaikan lewat medsos itu bisa saja menghasilkan respon yang sebaliknya. Bukan tidak mungkin, kata dia, gagasan tersebut tidak didukung dan justru malah ditentang oleh netizen. Apalagi, jelas Masykurudin, di medsos itu tidak ada ruang untuk berdiskusi.
"Medsos itu memang cepat tapi enggak ada ruang diskusi atau dialog. Memang murah, mudah, dan cepat. Tapi ini enggak bisa sampai membangun sebuah kontrak sosial atau politik," katanya.
Selain itu, kata dia, kampanye melalui medsos itu tidak menciptakan komunikasi yang intensif.
"Jadi bisa dipahami secara sebaliknya, pembaca di medsos itu kan tidak bisa dipastikan apakah bernilai elektabilitas atau justru menimbulkan ketidaksetujuan," jelasnya.
Karena itu, bagi Masykurudin, tiap paslon yang menjadi peserta Pilkada 2017 justru harus mengedepankan kampanye tatap muka sehingga ruang diskusi dan dialog antara masyarakat dan calon pemimpinnya pun menjadi terbuka.
Meski begitu, dia juga meminta agar paslon tidak tembang pilih saat ingin mendatangi lokasi kampanye tatap muka. Paslon harus tetap datang ke lokasi pemukiman kelas menengah dan lokasi yang minim masyarakatnya.
"Paslon tinggal menuruti jadwal yang sudah ditentukan KPU," kata dia.