REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Sejumlah tokoh masyarakat Bali dan jajaran pemerintah provinsi setempat mendesak para pemegang kebijakan di desa adat untuk menertibkan dan melarang pementasan tari Joged Bumbung yang dibawakan secara seronok. Sebab tarian itu telah menimbulkan kesan negatif pada wilayah Bali.
"Kami sangat merasa risih melihat tayangan tari Joged yang dibawakan dengan seronok (jaruh). Oleh karena itu, kami berusaha mengajak berbagai pihak untuk meniadakan tayangan tersebut, termasuk pertunjukan langsung," kata Koordinator Aliansi Tokoh Masyarakat Bali (ATMB) Agung Suryawan Wiranatha, di Denpasar, Selasa (1/11).
Menurut dia, sungguh menyakitkan mendengar komentar suku bangsa lain yang menyatakan Bali sebagai tempat maksiat dan gudangnya kegiatan porno, dengan maraknya tari Joged ditampilkan dengan seronok dan diunggah dalam situs berbagi video Youtube.
"Padahal kita ketahui sendiri Joged Bumbung merupakan kesenian yang memiliki pakemnya sendiri dan memang mengikuti standar tari Bali yang sesuai," ucapnya dalam acara diskusi grup terfokus (FGD) bertema Kembalikan Jogedku itu.
Dengan maraknya tampilan tari Joged Bumbung yang dibawakan semakin tidak beretika, sehingga mengundang pihaknya dengan melibatkan berbagai komponen untuk menandatangani deklarasi dan juga menyusun rencana aksi untuk mencegah hal serupa semakin marak dipentaskan.
Dalam deklarasi yang ditandatangani oleh unsur Dinas Kebudayaan Provinsi Bali itu, Listibya, perwakilan ATMB, perwakilan DPD RI, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP), perwakilan TNI-Polri, Kejaksaan, kalangan jurnalis, kalangan kampus dan sebagainya itu diantaranya menyebutkan bahwa sangat prihatin dan menyesal joget porno sudah berlangsung berlarut-larut (sekitar 10 tahun) tanpa ada upaya untuk menyetop perkembangannya.
Joget porno juga dinyatakan sebagai tontonan yang tidak pantas karena melampaui batas-batas kesantunan dan melanggar nilai-nilai simbolik (etika, estetika, dan kesucian). Dampak dari pementasan porno tersebut juga dapat menimbulkan gangguan kamtibmas.
Oleh karena itu, para tokoh masyarakat Bali itu juga mendorong institusi penegak hukum dapat mengambil tindakan langkah hukum sesuai norma yang berlaku untuk menyetop pementasannya, maupun menangkap pengunggah joged "jaruh" di berbagai media sosial.
"Kami juga bertekad lebih proaktif untuk memantau dan bekerja sama dengan pihak-pihak yang berkompeten di lembaga adat, birokrasi dan penegak hukum untuk mencegah hal serupa terjadi lagi," ujar Agung Suryawan.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Putu Beratha menyatakan sangat bersyukur karena mendapat dukungan dari berbagai komponen. "Dengan kebersamaan, kita menggabungkan semua kekuatan yang ada untuk bisa bergerak bersama sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing," ucapnya.
Di samping itu, pemerintah juga perlu untuk mengeluarkan surat edaran yang ditujukan kepada pemerintah kabupaten/kota, PHDI, MUDP, dan lembaga-lembaga terkait untuk mencegah pementasan tari Joged Bumbung yang dibawakan dengan seronok.
"Demikian juga pentingnya pembinaan kepada penari joged, penabuh, maupun masyarakat yang mengundang grup joged untuk tampil, serta pengibing (pengiring tari). Itu pendekatan yang bisa kami lakukan selaku pemerintah," ujarnya.
Sedangkan terkait dengan pembinaan moral dan etika, lanjut Dewa Beratha, agar PHDI lebih proaktif bergerak, dan diharapkan MUDP dapat menindaklanjuti dengan membuat "awig-awig" dan "perarem" atau aturan adat tertulis.
Pihaknya juga mengajak berbagai kalangan untuk lebih banyak mengunggah video Joged Bumbung yang benar dan sesuai pakem, di tengah upaya untuk memblokir tayangan joget porno di Youtube yang cukup sulit karena harus melalui upaya panjang seperti pelaporan hingga gugatan.