Senin 07 Nov 2016 11:45 WIB

Sumbangan Industri Perikanan untuk Negara Masih Kecil

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nidia Zuraya
 Warga menjemur ikan hasil tangkapan di perkampungan nelayan Kali Baru, Jakarta.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Warga menjemur ikan hasil tangkapan di perkampungan nelayan Kali Baru, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia sebagai negara kepulauan seharusnya bisa ‎membuat sektor kelautan sebagai salah satu penyumbang devisa terbesar. Namun, sumbangan sektor ini ke kas negara justru masih kalah dibandingkan beberapa sektor lainnya.

Ketua Umum Kamar Dagang‎ dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani mengatakan, dari data yang dihimpun pada 2015 sumbangan devisa dari sektor maritim hanya mencapai Rp 165 triliun. Nilai ini sangat kecil dengan potensi sektor maritim yang besar.

"Sumbangan ini kecil. Makanya kita menginginkan perkembangan industri kelautan dan perikanan lebih cepat," kata Rosan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan, Senin (7/11).

Rosan menjelaskan, Indonesia merupakan negara kepaulauan dengan garis pantai terbesar kedua di dunia setelah Kanada. Maka sudah selayaknya sektor ini menjadi tulkang punggung devia dalam beberapa tahun ke depan.

Langkah Kementerian Keluatan dan Perikanan (KKP) dalam menjegal penangkapan ikan ilegal sangat luar biasa. Ini menjadi terapi kejut yang mampu membuat penangkap liar bisa diminimalisir.

Namun, saat ini yang ditunggu oleh pelaku usaha baik nelayan dan industri adalah bagaimana pemerintah mulai menggenjot perkembangan industri sektor maritim. Dengan kekayaan kelautan dan perikanan yang mulai terjaga, sudah selayaknya sektor ini bisa diberdayakan.

Rosan menjelaskan, salah satu yang harus dikembangkan Pemerintah dalam meningkatkan devisa dari sektor ini adalah ‎perbaikan infrastruktur dan pembiayaan. Dua hal tersebut bukan hanya mengganjal perkembangan industri kemaritiman, tapi juga industri lainnya.

Artinya, pemerintah memang harus segara menggenjot kinerja agar infrastruktur bisa segera diperbaiki. Bukan hanya masalah jalan, tapi juga indrastruktur di bidang energi. Karena, industri perikanan yang banyak di wilayah timur selama ini kekurangan energi baik listrik maupun gas.

"Persoalan inilah yang membuat industri perikanan juga kurang berdaya saing," papar Rosan.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement