REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Presiden dan aparat penegak hukum tidak main-main dengan rasa keadilan masyarakat. Sikap tersebut dinyatakan Dewan Pertimbangan MUI usai melakukan rapat pleno yang membahas perkembangan kondisi keumatan dan kebangsaan terkini di Gedung MUI, Rabu (9/11).
"Ini adalah rapat pleno Dewan Pertimbangan MUI yang anggotanya terdiri dari 70 ormas-ormas Islam dan 29 tokoh individual, baik ulama, zuama maupun cendekiawan Muslim, jadi tingkatnya tinggi," kata Ketua Dewan Pertimbangan (MUI), Din Syamsuddin, kepada Republika.co.id di Gedung MUI, Rabu (9/11).
Ia menerangkan, dampak kasus penistaan agama, kitab suci dan ulama sudah merambah ke daerah-daerah. Jika penanganannya salah dan tidak berkeadilan serta ada kezaliman, reaksi yang akan timbul tidak bisa dihalang-halangi. Mungkin MUI tidak sanggup menghalangi umat Islam dan tidak hanya umat Islam.
Dia menegaskan, apalagi perkara penistaan agama tersebut berhimpit dengan rasa ketidakadilan ekonomi. Masyarakat tahu fenomena Ahok hanya salah satu masalah saja, di belakangnya ada masalah besar bagi bangsa ini.
"Ada ketidakadilan, ada kesenjangan ekonomi. Nah, kalau ini berhimpitan, itu bukan persoalan kecil. Maka pesannya, pemerintah dari Presiden dan aparat hukum, jangan bermain-main dengan rasa keadilan masyarakat," jelasnya.
Dia menerangkan, jangan sampai bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika dan majemuk atas dasar agama, suku, budaya dan bahasa terganggu. Jadi, kata dia, jangan karena ulah satu orang, kemudian ribut, sibuk, umat Islam pecah dengan umat lain. Menurut Din, hal tersebut yang sangat disayangkan dan memprihatinkan.
Karenanya, Dewan Pertimbangan MUI mengajak semuanya untuk bersama-sama menjaga negara Bhinneka Tunggal Ika. Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, maka jalan terbaik adalah dengan penegakan hukum yang berkeadilan. "Secara berkeadilan, tepat, transparan dan memperhatikan rasa keadilan masyarakat," ujarnya.
Ia mengatakan, maksudnya secara berkeadilan dapat dilihat dari saksi-saksi ahli yang dipanggil dan mengutak-atik permasalahan kata-kata. Jika ada ketidakadilan akan terlihat. Ia menegaskan, pihaknya hanya ingin mengingatkan semua pihak, untuk mengambil hikmahnya.
Menurutnya, jangan sampai membawa pertentangan antaragama atau antaretnis. Umat Islam jangan melihat ini sebagai persoalan dengan seseorang yang kebetulan beragama lain. Kasus penistaan agama, kitab suci, dan ulama tidak ada urusan dengan agama lain dan etnik lain.