REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR Mahfudz Sidik mengatakan semua pihak harus mencermati serta mewaspadai potensi terjadinya kecurangan di Pilkada DKI Jakarta. Ada empat hal yang bisa berpotensi terjadinya kecurangan dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.
"Kita semua jangan berpikir semua proses akan normal. Dalam suasana persaingan yang sengit, potensi kecurangan akan besar. Ini bisa dilakukan oleh siapa saja," katanya di Senayan Jakarta, Kamis (17/11).
Menurutnya potensi kecurangan bisa terjadi melalui empat hal. Pertama, di daftar pemilih tetap yang dikeluarkan oleh KPU DKI.
"Kita tahu data pemilih tetap basisnya adalah data penduduk yang didukung oleh E-KTP. Sementara proses E-KTP belum tuntas. Jadi ada potensi kerawanan yang bisa dimanfaatkan oleh mereka yang punya akses ke data penduduk dan data pemilih untuk melakukan manipulasi data," katanya.
Ia melanjutkan, manipulasi data pemilih bisa terjadi melalui mobilisasi pemilih "siluman" dari daerah luar Jakarta atau menggunakan data penduduk yang sudah tidak valid (meninggal, pindah dan lain-lain).
Kedua, kecurangan pada saat pencoblosan. Praktik yang sering terjadi di banyak pilkada adalah "politik uang" untuk mencoblos pasangan tertentu, intimidasi dan juga penggunaan surat suara yang tidak terpakai.
"Ini praktik yang sering ditemui saat pilkada di banyak tempat. Harus dicermati jangan sampai ada pemilih yang tidak jelas identitasnya," ujar politikus PKS itu.
Ketiga, kecurangan pada saat rekapitulasi suara mulai dari TPS, PPS dan PPK. Hal ini terjadi umumnya ketika para saksi tidak bisa mengawal dengan tuntas. "Masalah yang kerap terjadi saksi sudah pulang sebelum rekap selesai dan mereka banyak yang tidak punya salinan hasil rekap," jelasnya.
Tempat kecurangan terakhir bisa terjadi pada saat rekap akhir melalui komputasi di KPU. Meski penghitungan akhir dilakukan secara manual, tetapi perubahan data di proses komputasi akan sangat berpengaruh pada hasil akhir.
"Saksi tiap partai harus mengawal sampai tuntas di KPU dan harus memiliki salinan rekap lengkap dari TPS, PPS dan PPK. Kalau tidak maka bisa repot," katanya lagi.
Karena itu, menurut Mahfuz, semua parpol dan warga DKI harus aktif mengawasi dan mengawal semua tahapan pilkada DKI. Hal tersebut agar hasil Pilkada bisa diterima semua pihak dan tidak memicu ketegangan politik baru.
Ia menambahkan, ditetapkannya status Ahok sebagai tersangka, sedikit-banyak akan menurunkan tensi politik yang memanas belakangan ini.
"Isu akan kembali fokus ke proses pilkada yang sedang memasuki tahapan kampanye pasangan calon," katanya.