REPUBLIKA.CO.ID, SALATIGA -- Keputusan kepolisian menetapkan Buni Yani sebagai tersangka dinilai dapat menajamkan polemik umat Islam dengan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Penetapan tersangka itu dapat memancing warga untuk ikut melakukan aksi unjuk rasa pada 2 Desember 2016.
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menangkap kekecewaan publik pascapenetapan status tersangka terhadap Buni Yani. "Kekecewaan, tebang pilih, dan tidak adil," ujar dia di sela-sela Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Salatiga, Jawa Tengah, Kamis (24/11).
Menurut Hidayat, masyarakat yang kecewa ini menganggap penanganan kasus penistaan agama yang diduga dilakukan Ahok terasa lamban dan bertele-tele. Hingga kini, Ahok juga belum ditahan.
Sebaliknya, kepolisian sigap menetapkan Buni Yani sebagai tersangka. Padahal, Hidayat menjelaskan, masyarakat yang kecewa ini menganggap Buni Yani tidak seharusnya diposisikan sebagai tersangka.
Buni Yani hanya mengunggah ulang video dari Youtube ke akun media sosialnya dan memberikan komentar. "Kini, kemungkinan dia (Buni) ditahan juga semakin terbuka," kata dia.
GNPF MUI berencana melakukan Aksi Bela Islam III pada 2 Desember 2016. Aksi ini merupakan unjuk rasa ketiga dengan agenda mendesak kepolisian menahan Ahok. Kendati penahanan merupakan subjektivitas penyidik, namun Hidayat menilai tuntutan menahan Ahok masih wajar. Tuntutan ini berdasarkan pada penanganan kasus serupa di daerah lain.
"Pada banyak kasus, polisi enggak ragu penahanan (tersangka penistaan agama). Di Solo, ada yang robek Alquran kemudian dilaporkan dan pelakunya langsung ditangkap. Begitu pula di Bali," kata Hidayat.