REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Terkait dengan rencana aksi super damai 2 Desember (212) mendatang, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) mendesak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk profesional dalam menjalankan tugasnya. Polri menurut KAMMI, tidak perlu melakukan tindakan berlebihan yang mengubah keadaan menjadi tidak stabil.
"Unjuk rasa adalah tindakan yang dilindungi konstitusi dan undang-undang. Tugas kepolisian adalah menjaga situasi sesuai prosedur yang berlaku agar semua aman terkendali,” kata Ketua Umum Pengurus Pusat KAMMI, Kartika Nur Rakhman melalui keterangan tertulis, Kamis (24/11).
Sementara Ketua Bidang Kebijakan Publik PP KAMMI Riko Putra Tanjung menambahkan,namun sayangnya, nyata-nyata telah terjadi berbagai upaya untuk membatalkan terselenggaranya aksi tersebut.
Dengan alasan mengganggu ketertiban umum serta tuduhan adanya rencana makar, Kapolri seperti menciptakan kegaduhan baru. Hal itu menurut Riko tentu bisa menakuti masyarakat. Terbukti kemudian sebagian daerah melarang warganya untuk ikut aksi di Jakarta.
Sikap Kapolri tersebut, menurut Riko, sangat bertentangan dengan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu yang sudah menyatakan bahwa tidak ada laporan masuk kepadanya jika memang ada upaya makar di balik aksi 212.
“Dengan demikian, kami menilai bahwa Kapolri agaknya sudah tidak sanggup lagi mengendalikan suasana agar kondusif," ujarnya.