Senin 28 Nov 2016 14:47 WIB

Soal Kasus Ahok, SBY: Reaksi Pemerintah Terlambat

Rep: Lintar Satria Zulfikar/ Red: Bilal Ramadhan
Presiden RI keenam yang juga Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Presiden RI keenam yang juga Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menurut Presiden Keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), memburuknya situasi sosial dan politik saat ini sebenarnya bisa di cegah. Namun penanganan masalahnya utamanya di waktu lalu kurang terbuka, kurang pasti dan kurang konklusif.

Kebetulan sekali, tulis SBY, kasus pejawat Gubernur DKI Basuki Tjatjaha Purnama atau Ahok berkaitan dengan isu agama yang sangat sensitif, yaitu berkenaan dengan kitab suci.

"Ketika akhirnya Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menjanjikan bahwa kasus Pak Ahok itu akan diselesaikan secara hukum, boleh dikata ucapan kedua pemimpin puncak yang saya nilai tepat dan benar itu terlambat datangnya," tulis SBY di sebuah surat kabar nasional, Senin (28/11). Tulisan SBY itu juga menyebar di media sosial.

Sehingga, menurut SBY, memunculkan rasa ketidakpercayaan rakyat terhadap negara, pemimpin dan penegak hukum. Karena itu, saat ini prioritasnya adalah mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap negara.

SBY mengatakan, dengan pendekatan yang bijak dan komunikasi tulus dan tepat, diharapkan bisa terbangun kembali kepercayaan rakyat terhadap negara dan pemerintahnya. Menurut SBY, mengalirnya isu Ahok ke ke wilayah SARA, kebinekaan dan NKRI, dengan segala dramatisasinya menjadi kontra produktif.

Isu tersebut, kata SBY, sesungguhnya juga bukan permasalahan minoritas melawan mayoritas. Justru dalam kehidupan bangsa yang amat majemuk ini, lanjut SBY, harus dijaga agar jangan sampai ada ketegangan dan konflik yang sifatnya horizontal.

SBY mengingatkan, diperlukan waktu lima tahun untuk mengatasi konflik komunal yang ada di Poso, Ambon dan Maluku Utara yang terjadi beberapa tahun lalu. Upaya membenturkan pihak-pihak yang berbeda agama dan etnis mesti segera dihentikan.

Masyarakat bisa melihat bahwa dalam melakukan aksi-aksi protesnya para pengunjuk rasa tak mengangkat isu agama dan juga isu etnis. "Karenanya, jangan justru dipanas-panasi, dimanipulasi dan dibawa ke arah medan konflik baru yang amat berbahaya itu. Mencegah terjadinya konflik horizontal baik di Jakarta maupun di wilayah yang lain juga merupakan prioritas," tulisnya lagi.

Sementara itu, lanjutnya, ada juga yang berusaha membawa kasus  Ahok ini ke dunia internasional dengan tema pelanggaran HAM. Ia khawatir hal ini justru membuat situasi di dalam negeri makin bergejolak. Di negeri ini banyak yang amat mengerti mana yang merupakan isu HAM dan mana yang bukan.

"Dulu ketika saya mengemban tugas sebagai Menko Polhukam dan kemudian Presiden Republik Indonesia, isu-isu demokrasi, kebebasan serta perlindungan dan pemajuan hak-hak asasi manusia selalu menjadi perhatian kita," tambahnya.

Menurut SBY, isu-isu tersebut harus dikelola dengan cermat, transparan dan senantiasa merujuk kepada hukum nasional dan internasional. Menurut pendapatnya, proses hukum terhadap Ahok bukanlah isu pelanggaran HAM. Ia menyarankan untuk menyerahkannya kepada penegak hukum di negeri sendiri.

"Biarlah para penegak hukum bekerja secara profesional, adil dan obyektif. Jangan ada pihak yang mengintervensi dan menekan-nekan. Biarlah hukum bicara apakah Pak Ahok terbukti bersalah atau tidak. Begitu pemahaman saya terhadap rule of law," kata SBY.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement