Selasa 29 Nov 2016 15:47 WIB

Peningkatan Kualitas Guru Jadi Prioritas Perbaikan Pendidikan

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Winda Destiana Putri
Seorang guru sedang mengajar.
Seorang guru sedang mengajar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy mengusulkan untuk memberlakukan moratorium ujian nasional (UN) pada 2017 mendatang. Wacana ini pun didukung oleh Pengamat Pendidikan, Doni Koesoema.

Menurut dia, saat ini pemerintah harus memprioritaskan peningkatan kualitas guru terlebih dahulu serta membangun sistem evaluasi dan penilaian yang baik. "Prioritas harus pada peningkatan kualitas guru dan membangun sistem evaluasi dan penilaian yang baik, termasuk salah satunya moratorium UN. Moratorium UN menurut saya sudah tepat," kata Doni saat dihubungi, Selasa (29/11).

Ia menjelaskan UN hanya merupakan salah satu cara dalam memberikan penilaian pendidikan nasional. Perbaikan kualitas para guru harus diutamakan karena guru merupakan kunci dari kualitas pendidikan. Sehingga, guru mampu membuat penilaian otentik bagi para siswanya. "Yang harus jelas adalah apa tujuan ujian itu dulu, baru dipilih alat yang tepat. Sarana bisa belakangan, tapi kualitas guru harus yang pertama karena mereka kunci kualitas pendidikan. Standar pendidiknya dikuatkan dulu," jelas Doni.

Meskipun moratorium UN tepat dilakukan, kendati demikian Doni menilai harus disertai perubahan kebijakan terkait evaluasi dan penilaian pendidikan, termasuk proses penilaian siswa oleh guru, sekolah, serta proses tes seleksi ke perguruan tinggi. Sebab hasil UN pun juga berdampak pada jalur undangan masuk perguruan tinggi negeri (PTN). "Kebijakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) perlu dihapus, seleksi SBMPTN dirombak total. Tes PTN diganti dengan porsi ujian tulis, tidak ada lagi jalur undangan yang mendasarkan diri pada nilai rapor," kata dia.

Seleksi masuk perguruan tinggi yang dilakukan melalui jalur tulis akan menjadi lebih adil dan objektif bagi para siswa. Sedangkan seleksi masuk ke SD dan SMP dapat dilakukan melalui penilaian rapor. Ia juga menyarankan sekolah dapat membuat alat seleksi masuk sekolah sendiri untuk menghindari subjektifitas.

Ia mengatakan penilaian kualitas dan kemampuan siswa yang diserahkan kepada guru dan sekolah telah sesuai dengan Undang-Undang. "Jangan dipindahkan UN ke daerah karena akan semakin rusak pendidikan kita," tambah Doni.

Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mewacanakan moratorium ujian nasional (UN) pada 2017. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy mengatakan, saat ini usulan tersebut sudah diajukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Ia menjelaskan, Inpres akan memayungi sejumlah rancangan yang telah dirumuskan Kemdikbud. Salah satunya ihwal penetapan standar evaluasi pengganti UN, meminta daerah membentuk tim yang akan merumuskan soal ujian dan lain-lain.

Menurut Muhadjir, selama ini fungsi UN hanya sebagai pemetaan, bukan kelulusan. Sehingga, menurutnya tidak perlu dilaksanakan setiap tahun. Mendikbud ingin mengembalikan kebijakan evaluasi murid, menjadi hak dan wewenang guru, baik secara pribadi maupun kolektif.

Kendati demikian, Muhadjir mengatakan pemerintah tetap menerapkan standar nasional kelulusan masing-masing sekolah provinsi, kabupaten, kota. Kebijakan ini juga akan disesuaikan dengan adanya peralihan kewenangan SMA/SMK pada pemerintah provinsi.

Ia menjabarkan, berdasarkan pemetaan hasil UN, hanya 30 persen sekolah yang berada di atas standar nasional. Pemerintah, kemudian akan membenahi 70 persen sekolah yang berada di bawah standar nasional. Pembenahan sekolah akan dilakukan secara menyeluruh, termasuk kualitas guru, serta revitalisasi sekolah.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement