REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia menilai, terdapat banyak kejanggalan pada aksi yang berlangsung 4 Desember 2016. Aksi tersebut juga inkonstitusional karena melanggar Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Sementara, aparat penegak hukum tebang pilih dalam menegakkan supremasi hukum.
Koordinator Pusat BEM Seluruh Indonesia sekaligus Ketua BEM UNJ Bagus Tito Wibisono mengatakan, Aksi 4 Desember 2016 dilakukan pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB). Selain itu, ditemukan banyak sekali atribut partai politik.
"Di peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor 12 Tahun 2016 Pasal 7 Ayat 2 secara tegas disebutkan, HBKB tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan Partai Politik dan SARA serta orasi ajakan yang bersifat menghasut," kata Bagus kepada Republika, Ahad (4/12).
Dengan demikian, kata bagus, aksi 4-12 dapat dikatakan sebagai aksi yang melanggar konstitusi. Selain itu, para penegak hukum nampak tebang pilih dalam menegakkan supremasi hukum. "Nyatanya tidak dilakukan penindakan oleh aparat penegak hukum terhadap aksi yang jelas-jelas melanggar konstitusi," ucap dia.
Sementara di daerah dan kondisi lain, dikatakan dia, lazim ditemukan aparat penegakan hukum yang represif dengan mencatut supremasi hukum dan otoritas penegak hukum. "Khususnya pada aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa," ujarnya.
Selain itu, pada aksi 4-12 juga terdapat intervensi beberapa instansi pemerintah. Mereka 'mewajibkan' PNS hadir dan mendatangkan massa. Hal tersebut, menurut Bagus, telah menyalahi kewenangan pemerintah untuk memobilisasi massa pada kepentingan kalangan tertentu. Lebih parah lagi, hal tersebut juga dapat dianggap mengkebiri nilai-nilai kenetralan lembaga pemerintahan Indonesia.
Melihat sejumlah kejanggalan dan pelanggaran konstitusi pada aksi 4-12, maka Aliansi BEM Seluruh Indonesia menyatakan sikap. Pertama, mendesak aparat penegak hukum untuk berlaku adil dalam menegakkan supremasi hukum, khususnya terhadap fenomena aksi 4-12 di kawasan HBKB.
Kedua, memberikan mosi tidak percaya terhadap aksi 4-12 karena bernuansa politis serta dinodai dengan aktivitas partai politik yang bertentangan dengan konstitusi.
Ketiga, menuntut kementerian terkait yang mewajibkan PNS turun aksi untuk meminta maaf kepada publik dan mengembalikan APBN yang terpakai dalam aksi 4-12. Keempat, menuntut pemerintah bersifat netral serta menjunjung tinggi moralitas dan konstitusi dalam rangka menjaga keutuhan bangsa dan negara Indonesia.