Selasa 06 Dec 2016 08:33 WIB

Rusia, Cina, dan Venezuela Tolak Rencana Gencatan Senjata di Aleppo

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nur Aini
Asap pekat membubung di sejumlah apartemen yang terkena serangan bom di kawasan Distrik Saif Ad-Daulah di Aleppo, Suriah.
Foto: AP Photo/Manu Brab
Asap pekat membubung di sejumlah apartemen yang terkena serangan bom di kawasan Distrik Saif Ad-Daulah di Aleppo, Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Rusia, Cina, dan Venezuela memveto rancangan resolusi yang menyerukan gencatan senjata di Aleppo selama tujuh hari, Senin (5/12). Dokumen itu didukung oleh 11 negara anggota Dewan Keamanan. Angola memilih abstein.

Rusia mengatakan dokumen tersebut melanggar peraturan dewan yang mengizinkan negara anggota mempertimbangkan terlebih dahulu minimal 24 jam sebelum ada putusan final. Duta besar Rusia untuk PBB, Vitaly Churkin mengatakan seharusnya pemungutan suara tidak dilakukan sebelum Selasa pukul 11.00 waktu setempat. Menurutnya, anggota dewan berhak menilai situasi agar sampai pada konsensus resolusi.

Ia juga mengatakan penulis resolusi tertekan oleh AS, Inggris, dan Prancis. Resolusi itu diajukan oleh Mesir, Selandia Baru, dan Spanyol. Churkin menyebut aksi tersebut telah provokatif dan merusak upaya internasional untuk membawa perdamaian di Suriah.

AS menolak alasan Rusia dan menyebut negara pimpinan Vladimir Putin itu ingin tetap melanjutkan aktivitas militer. Wakil perwakilan AS di PBB, Michele Sison menuduh Rusia membuat-buat alibi. "Kita tidak akan membiarkan Rusia memperdaya DK," kata dia.

Dalam beberapa waktu terakhir, pasukan Suriah dibantu Rusia berhasil merebut sejumlah area dari kelompok teror. Jika terkonfirmasi, maka pemerintah telah berhasil merebut 70 persen area pemberontak dalam sepekan.

Churkin sempat mengingatkan soal pertemuan di Roma pada 2 Desember antara Menteri Luar Negeri AS dan Rusia. Sergey Lavrov dan John Kerry sepakat untuk membentuk komite pakar di Genewa untuk mengatasi permasalahan di Aleppo timur. Ia mengatakan rencana itu mendiskusikan upaya menarik mundur militan dari sana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement