REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketegangan tampak di wajah Andri Murdianto. Bus pariwisata yang ditumpang manajer distribusi Rumah Zakat itu diadang aparat tentara Myanmar bersenjata lengkap. Tujuan Andri ke kamp pengungsian Rohingya di Sittwe dan Maikhtilla terancam gagal.
"Kita memang berdalih (kepada militer) mau ke pantai, tapi memang daerah kamp pengungsian. Tetapi kita tidak boleh lewat dan disuruh balik ke hotel oleh mereka," ujarnya saat berbincang dengan Republika belum lama ini.
Andri menyambangi Myanmar pada Mei lalu. Dia diutus Rumah Zakat untuk menyalurkan bantuan logistik untuk Muslim Rohingya. Sebelum berangkat, Andri sudah diwanti-wanti tentang sulitnya masuk ke Sittwe. Karena itu, saat diusir tentara, dia tidak hilang akal.
Andri pun menghubungi aktivis kemanusiaan setempat yang bekerja di kamp pengungsian. Selain asli Myanmar, teman itu kebetulan beragama Buddha. Andri pun optimistis bisa masuk ke kamp pengungsian karena berbarengan dengan teman barunya.
"Kemudian dijemput setelah makan siang. Dan yang jemput bukan Muslim, tapi orang Buddha dan Alhamdulillah bisa masuk ke kamp (di Sittwe) setelah melewati beberapa pos penjagaan," kata Andri.
Sampai di kamp pengungsian, Andri luluh. Tempat tinggal para pengungsi mirip dengan kandang hewan. Emosi Andri semakin teraduk saat shalat Jumat berjamaah dengan segenap Muslim Rohingya di sana.