REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan untuk membatalkan pembelian lahan bekas Kedutaan Besar (Kedubes) Inggris yang terletak di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat. Keputusan itu diambil lantaran masih banyaknya permasalahan dokumen lahan yang mesti diselesaikan oleh kedua pihak.
"Keputusan sudah kami ambil pada Jumat (9/11) lalu bahwa rencana pembelian lahan eks Kedubes Inggris untuk tahun ini terpaksa dibatalkan, karena surat-suratnya belum beres. Untuk tahun depan juga belum dapat diprogramkan, karena anggaran pembelian lahan itu tidak tercantum dalam APBD 2017," ujar Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta, Djafar Muchlisin, kepada Republika.co.id, Ahad (11/12).
Dia menuturkan, jika berpegang pada kesepakatan awal, proses pembelian lahan seluas hampir 5.000 meter persegi itu seharusnya dijadwalkan rampung pada akhir tahun ini. Akan tetapi, pembelian tidak jadi dilakukan karena sejumlah dokumen yang berkaitan dengan status lahan tersebut sedang diteliti oleh sejumlah instansi, antara lain Kementerian Luar Negeri, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Badan Pertanahan Nasional (BPN), serta Pemprov DKI sendiri.
"Saat ini kami juga masih menunggu kelengkapan surat-surat tanah dari mereka (Kedubes Inggris)," ucap Djafar.
Menurut dia, dari beberapa dokumen yang sedang dipelajari oleh Pemprov DKI, salah satunya menyangkut soal kesepakatan antara Kedubes Inggris dan Pemerintah RI pada 1961 silam. Di dalam dokumen itu disebutkan, Kedubes Inggris memiliki kewajiban membayar sewa kepada Pemerintah RI sebesar Rp 63 ribu per tahun atas lahan yang mereka tempati di kawasan Bunderan HI tersebut.
"Namun, biaya sewa itu ternyata belum pernah sekali pun dibayar (Kedubes Inggris) sampai sekarang, dan itu sudah dikonfirmasi sendiri oleh kuasa hukum mereka," tutur Djafar.
Dia mengatakan, harga sewa lahan Kedubes Inggris saat ini sudah dipastikan mengalami kenaikan berkali-kali lipat bila dibandingkan dengan besaran yang tertera pada dokumen 1961. Pasalnya, harga sewa lahan itu bakal berubah mengikuti nilai jual objek pajak (NJOP) yang dievaluasi pemerintah setiap 10 tahun sekali.
"Kami masih menghitung berapa total kewajiban sewa terutang mereka (Kedubes Inggris), dan kemana mereka mesti membayarkannya nanti. Namun perkiraan kami, jumlahnya mencapai miliaran rupiah. Karena untuk tahun ini saja, NJOP di lokasi itu mencapai Rp 74 juta per meter persegi. Jadi, tinggal dikalikan luas areanya," ungkap Djafar.