REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diminta untuk tidak memaksakan diri membeli lahan eks Kedutaan Besar (Kedubes) Inggris yang berada di kawasan Bundaran HI, Jakarta Pusat. Pasalnya, hak kepemilikan atas lahan tersebut sampai saat ini masih simpang siur.
"Eksekutif (Pemprov DKI) tidak boleh memaksakan kehendak. Mereka harus benar-benar mengklarifikasi surat-surat, dokumen kepemilikan tanah, dan siapa yang berhak menjual dan menerima uangnya," kata Wakil Ketua Komisi D DPRD DKI, Abdurrahman Suahaimi, kepada Republika.co.id, Ahad (11/12).
Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama sebelumnya begitu bersikeras ingin membeli lahan eks Kedubes Inggris yang terletak di kawasan Bundaran HI. Pria yang akrab disapa Ahok itu berencana akan mengubah lahan seluas hampir 5.000 meter persegi itu menjadi ruang terbuka hijau (RTH). Pemprov DKI pun dikatakan telah menyiapkan dana sebesar Rp 479 miliar untuk membeli tanah tersebut. Sumber dana itu berasal dari APBD 2016.
Suhaimi menuturkan, Komisi D DPRD DKI sejak awal tidak setuju dengan rencana pembelian lahan eks Kedubes Inggris. Alasannya, lahan tersebut terlalu mahal untuk dijadikan RTH. Jika Pemprov DKI memang ingin menambah taman dan melakukan penghijauan, dia mengatakan seharusnya mereka membeli tanah milik warga yang harganya jauh lebih murah.
Selain itu, Komisi D DPRD DKI juga tidak mau mengamini pembelian lahan Kedubes Inggris karena status kepemilikan tanahnya yang masih simpang siur. Suhaimi mengatakan, dalam pembahasan APBD 2017 pada Jumat (9/11) pekan lalu terungkap, lahan itu ternyata masih milik pemerintah pusat. Hal itu juga dikonfirmasi lewat temuan Badan Pertanahan Nasional (BPN) bahwa Kedubes Inggris menempati lahan tersebut hanya dengan menggunakan sertifikat hak pakai, bukan hak milik.
"Coba bayangkan, apa yang terjadi jika seandainya Rp 479 miliar sudah telanjur dibayarkan Pemprov DKI (kepada Kedubes Inggris)? Itu sudah pasti penyimpangan yang benar-benar terang-benderang," ucap Suhaimi.
Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI, Djafar Muchlisin mengatakan, saat ini instansinya masih berusaha mengklarifikasi masalah surat-surat dan dokumen lahan eks Kedubes Inggris. Setelah proses tersebut rampung, dia akan meminta pandangan dari Kementerian Luar Negeri dan BPN terkait kelanjutan dari rencana pembelian tanah tersebut.
"Kami sudah minta pendapat BPN serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Mereka pada prinsipnya tidak merasa keberatan jika dilakukan pelepasan lahan, sepanjang masih sesuai dengan aturan dan perundang-undangan. Tapi sampai sejauh ini belum ada realisasi apa pun dari kami (untuk melanjutkan pembelian lahan eks Kedubes Inggris)," kata Djafar.