REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengemukakan ketimpangan ekonomi yang terjadi di Tanah Air terus meningkat. Ini terjadi karena terakumulasi dari beberapa hal, di antaranya risiko ekonomi dalam negeri dan inovasi yang rendah.
"Selain itu, juga disebabkan kapasitas produksi terbatas, kesenjangan antara infrastuktur, teknologi, dan keterampilan masyarakat, serta pasar keuangan yang dangkal. Akibatnya, produktivitas dan daya saing menjadi rendah, sehingga kemiskinan dan ketimpangan meningkat," kata Sri Mulyani di sela memberikan kuliah umum di kampus Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Rabu (28/12).
Berlawanan dengan ketimpangan ekonomi yang terus meningkat, katanya, pertumbuhan ekonomi Indonesia justru membaik. Pada rentang waktu 2006-2015, Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 5,7 persen dan menempati urutan ketiga setelah India dan Cina. Oleh karenanya, Menkeu menekankan demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi tersebut, ke depan tantangan besar yang dihadapi ialah peningkatan pendidikan, kemampuan, dan skil sumber daya manusia (SDM).
Contoh kecil saja, katanya, untuk belajar pengelolaan keuangan negara, mahasiswa bisa belajar melalui pengelolaan keuangan pribadi, sebab mengelola keuangan negara tak jauh berbeda dengan itu, hanya saja skalanya lebih besar. Mahasiswa, lanjut Sri, bisa belajar bagaimana jika uang yang diterima lebih sedikit ketimbang yang harus dibelanjakan. Sama halnya, negara pun dalam urusan belanja mesti efisien, efektif, dan berkualitas.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan situasi perekonomian global saat ini penuh ketidakpastian justru menjadi peluang bagi ekonomi Indonesia untuk matang dan maju. Beberapa potensi risiko global adalah tingkat permintaan yang lemah, harga komoditas, baik volume maupun harga, isu geopolitik, serta kebijakan ekonomi AS di bawah pemerintahan baru.
Pemerintah, baik pusat dan daerah, harus bisa menjaga momentum pertumbuhan ekonomi untuk memberantas kemiskinan dan kesenjangan serta memperluas penciptaan kesempatan kerja. APBN harus dipandang sebagai salah instrumen fiskal untuk mendorong perekonomian.