REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Keadailan Sejahtera (PKS) Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Almuzzammil Yusuf mengapresiasi ketegasan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang membatalkan kontrak pembelian helikopter jenis AgustaWestland (AW) 101. Sikap Gatot dinilai sudah sesuai dengan perintah undang-undang.
"Pembatalan pembelian helikopter AW-101 oleh Panglima TNI patut diapresiasi," kata Almuzzammil dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (30/12).
Almuzzammil menjelaskan, kebijakan Gatot sudah sesuai dengan perintah UU Nomor 16 Tahun 2012 yang mewajibkan TNI/Polri/Lembaga terkait untuk membeli dan menggunakan produk alat peralatan pertahanan dan keamanan/alutsista yang dibuat oleh industri pertahanan dalam negeri. Kebijakan impor dalam pembelian alutsista diperbolehkan, tetapi harus atas persetujuan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) dengan memperhatikan beberapa persyaratan yang cukup ketat.
"Di antara syaratnya adalah alutsista tersebut belum atau tidak bisa dibuat di dalam negeri, pembelian tidak boleh melalui broker atau makelar (wajib G to G), mengikutsertakan partisipasi industri pertahanan dalam negeri, kewajiban adanya alih teknologi, jaminan tidak adanya embargo, serta adanya imbal dagang, kandungan lokal dan atau ofset paling sedikit 85 persen," katanya.
Selain itu, dalam UU tersebut ada kewajiban industri pertahanan dalam negeri menyerap tenaga kerja dalam negeri. Hal ini agar tidak terjadi brain drain (hilangnya potensi SDM berkualitas) dan berpartisipasi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
"UU ini sudah mengantisipasi kerisauan masyarakat saat ini tentang kedatangan tenaga kerja asing ilegal," katanya.
Dalam UU Industri Pertahanan, kata Muzzammil, dijelaskan juga tentang kewajiban pemerintah dan industri pertahanan dalam negeri menyediakan anggaran penelitian dan rekayasa. Kewajiban ini untuk link and match antara industri pertahanan, pemerintah, perguruan tinggi, dan lembaga penelitian dalam melakukan pengembangan dan perekayasaan teknologi alutsista yang dibutuhkan oleh Indonesia ke depan.
"Sehingga penelitian yang dilakukan pakar-pakar kita di perguruan tinggi dapat digunakan untuk membangun kemandirian industri pertahanan dalam negeri," katanya.
Muzzammil menyarankan agar sosialisasi UU Industri Pertahanan dilakukan secara masif di internal TNI/Polri dan lembaga terkait. Hal ini untuk mencegah kasus pembelian Alutsista seperti helikopter AW 101 tidak terulang.
"Sehingga mulai dari perencanaan sampai dengan realisasi pengadaan Alutsista, semua harus sejalan dengan semangat undang-undang yang sangat pro kepada kemandirian dan kedaulatan bangsa," katanya.