REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bangunan lainnya yang menjadi ciri khas arsitektur pada zaman Turki Usmani adalah tempat pemandian umum (hammam). Keberadaan bangunan hammam pada masa itu ditujukan guna melayani keperluan mandi bersuci sebelum melaksanakan shalat Jumat. Karenanya, tak mengherankan jika bangunan hammam selalu ditempatkan di dekat bangunan masjid.
Umumnya di setiap lokasi masjid dibangun dua buah hammam, yang masing-masing ditujukan bagi jamaah laki-laki dan perempuan. Namun, jika tidak tersedia dua bangunan yang terpisah, seperti dua bangunan di dekat Masjid Sultan Ahmet di Istanbul, jamaah laki-laki dan perempuan menggunakan hammam pada saat yang berbeda.
Bangunan hammam ini juga memiliki arsitektur yang khusus. Bangunannya berbentuk persegi yang dengan atap rata di bagian depannya dan beratap kubah pada bagian sumber airnya. Selain itu, pemandian ini dilengkapi dengan relief-relief.
Teknologi mandi uap yang mulai diperkenalkan pada masa itu menjadikan bentuk hammam, terutama ruang uap, dikenal di seluruh pelosok Dunia Muslim. Uap, yang dihasilkan oleh air panas, mengalir melalui tembok ganda ke dalam ruang uap. Biasanya lebih kecil daripada ruang mandi lainnya, ruang ini beratap kubah bulat yang menyebabkan terjadinya sirkulasi udara panas, namun lembab.
Kubah ini diberi kaca yang memungkinkan cahaya matahari masuk ke dalam ruangan. Kaca fungsional ini banyak dibuat dekoratif dalam bentuk, warna, dan pola penempatannya. Jika dilihat dari luar, kaca pada kubah inilah yang membedakan hammam dengan struktur berkubah lainnya. Selain ruang uap, tersedia pula ruang ganti pakaian, ruang air panas, dan ruang air hangat. Handuk sering dijemur di atas atap bangunan.