REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Amin berharap, kebijakan Bebas Visa Kunjungan (BVK) ditinjau ulang, terutama yang terkait dengan pengawasannya. Menurut dia, kebijakan BVK di satu sisi berdampak positif bagi pertumbuhan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke NTB.
Namun, di sisi lain juga kerap disalahgunakan turis asing untuk bekerja di NTB, seperti Warga Negara Asing (WNA) asal Cina. "Kemudahan (BVK) ini rupaya dimanfaatkan negara berpenduduk banyak seperti Cina yang menyalahgunakan di NTB," ungkapnya di Mataram, Senin (9/1).
Berdasarkan laporan yang ia terima, banyak WNA asal Cina yang menyalahgunakan kebijakan ini untuk bekerja di NTB. Sejak ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional untuk bidang kepariwisataan, laporan WNA ilegal yang masuk ke NTB terus bertambah setiap tahunnya.
Posisi Lombok yang berada di sebelah Bali, juga kerap dimanfaatkan turis asing ilegal untuk bekerja di Lombok. Sementara di negara lain, banyak warga NTB yang dideportasi dengan perlakuan yang terkadang tidak manusiawi akibat melanggar izin.
Dalam rapat koordinasi antar pemerintah daerah dan pusat, kata Amin, Pemprov NTB akan menyampaikan usulan evaluasi kebijakan BVK. Selain itu, pihaknya juga sedang mengevaluasi sejauh mana dampak kebijakan ini bagi pertumbuhan ekonomi di NTB. "Ini jadi bahan kita untuk pengawasan dan perketar bersama kepolisian, TNI, dan Imigrasi," lanjutnya.
Penindakan terhadap wna ilegal, lanjutnya, harus sesuai prosedur dengan tidak melalaikan unsur-unsur kemanusiaan. "Bagi yang datang melancong, bisnis, berinvestasi, NTB welcome sekali, tapi bagi yang modus-modus ini aparat wajib menindak tegas," ungkapnya.
Sebelumnya, Kantor Imigrasi Kelas I Mataram telah mendeportasi 110 warga negara asing (WNA) selama periode Januari hingga November 2016. Berdasarkan data Kantor Imigrasi Kelas I Mataram, dari total jumlah WNA yang dideportasi, mayoritas didominasi WNA asal Cina sebanyak 40 orang.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram Romi Yudianto tidak menampik dengan adanya fenomena TKA ilegal yang masuk ke Pulau Lombok selama 2016.
Dia menuturkan, branding pariwisata Lombok yang terus berkembang tentunya mengundang daya tarik wisatawan mancanegara yang cukup besar. Oleh karenanya, pihak imigrasi akan melakukan penguatan dan pengawasan terhadap keberadaan para wisman yang dianggap tidak memenuhi prosedur yang berlaku. "Memang fenomenanya seperti itu. Kita akan melakukan pengawasan dan penguatan di bidang keimigrasian," ujarnya dalam jumpa pers di Kantor Imigrasi Kelas I Mataram, Jalan Udayana, Mataram, Rabu (4/1).
Salah satu upaya yang akan dilakukan ialah dengan membentuk tim pengawasan orang asing (timpora) di kabupaten/kota se-Lombok, baik jalur udara maupun laut. Dia mencontohkan, kasus yang sedang terjadi saat ini di Kabupaten Lombok Timur, di mana 12 paspor milik tenaga kerja asing (TKA) asal Cina terpaksa harus disita lantaran dianggap menyalahi prosedur.
12 TKA Cina tersebut bekerja di Kapal Cayjun 1 PT Pelayaran Sanley, yakni kapal keruk di Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur, NTB, sebagai operator. Belasan TKA Cina, ia katakan, diduga menyalahi prosedur ijin kerja di Lombok. Ke-12 TKI tersebut hanya mengantongi izin tinggal kemudahan khusus keimigrasian atau Dahsuskim dengan izin tinggal batas perairan selama enam bulan.
Namun, berdasarkan laporan, ditemukan dugaan para TKA berinisial ZZ, ZX, LQ, DX, ZY, LP, XQ, LW, YQ, LZ, JL, dan LQG itu ternyata ikut bekerja dalam proyek pemasangan pipa di daratan. Selain daerah Lombok Timur, pihaknya juga akan melakukan penguatan pengawasan serupa di Kabupaten Lombok Utara. Keberadaan Gili Trawangan di Lombok Utara, yang menjadi destinasi utama wisata bagi para turis asing ditengarai menjadi salah satu alasannya.