REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri Kesehatan RI Siti Fadilah Supari segera menjalani persidangan dalam dua perkara dugaan korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta.
"Dalam penyidikan dengan tersangka SFS mantan Menteri Kesehatan 2004-2009 yang ditahan sejak 24 Oktober 2016 dilakukan pelimpahan tahap kedua untuk dua perkara yang diindikasikan dilakukan tersangka," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Jakarta, Selasa (10/1).
Siti Fadilah adalah tersangka dalam dua kasus yaitu pertama dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Alat Kesehatan untuk kebutuhan antisipasi kejadian luar biasa masalah kesehatan akibat bencana di Pusat Masalah Kesehatan Departemen Kesehatan tahun 2005. Dan kedua dugaan pemberian atau janji dalam kegiatan pengadaan alat kesehatan untuk kebutuhan Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan dari dana DIPA revisi APBN Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan tahun 2007.
Artinya jaksa penuntut umum KPK memiliki waktu 14 hari untuk menyelesaikan surat dakwaan dan selanjutnya melimpahkan dakwaan ke pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. "Tersangka SFS adalah salah satu perkara yang kemarin saat laporan tahunan disampaikan ke pimpinan akan diselesaikan perkaranya," tambah Febri.
Dalam perkara kedua, Siti Fadilah diduga mendapat hadiah berupa Mandiri Traveller's Cheque (MTC) senilai Rp 1,275 miliar. Ia disangkakan melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 5 ayat (1) huruf atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan dalam perkara pertama, Siti Fadilah dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 15 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 56 ayat 2 KUHP tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp 1 miliar.