Selasa 24 Jan 2017 10:25 WIB

Hampir tak Ada Pemakai Burka di Perth Australia

Muslimah mengenakan burka.
Foto: rnl.nw
Muslimah mengenakan burka.

REPUBLIKA.CO.ID, PERTH -- Pernyataan Menteri Utama (Premier) Australia Barat (WA) Colin Barnett bahwa burka bukan bagian dari budaya Australia sehingga dia lebih suka kalau pakaian itu tak dikenakan dinilai ketinggalan dan tidak berdasar. Menurut pemuka masyarakat Muslim setempat, hampir tak ada seorang pun perempuan Muslim di negara bagian tersebut yang mengenakannya.

Premier Colin Barnett melontarkan komentar pada saat Partai One Nation Pauline Hanson berada di WA untuk memperkenalkan calon-calon anggota legislatif untuk pemilu mendatang. Pemuka komunitas Muslim Faizel Chothia mengatakan sementara banyak kebijaklan Senator Hanson tentang Islam yang "menghina", namun respons dari Premier Barnett yang juga pemimpin Partai Liberal WA justru lebih mengkhawatirkan.

"Kita tahu bahwa Pauline mirip dengan Donald Trump, telah memanfaatkan iklim politik Islamofobia saat ini untuk keuntungan pribadi mereka. Dan jujur saja, Pauline tidaklah terlalu mencolok dalam radar sebagian besar umat Islam menurut pandangan saya. Tapi mengenai Colin - seorang pemimpin yang menonnjol - komentarnya memprihatinkan dan tidak menyenangkan," katanya.

Ahli agama yang memimpin jamaah Muslim yang cukup besar di Perth ini melanjutkan burka jarang dipakai di Australia. "Sebagai Imam di pinggiran selatan Perth, saya belum menemukan seorang perempuan Muslim - tidak seorang pun - dalam 10 tahun terakhir yang saya lihat pernah mengenakan burka," ujarnya.

Imam Faizel mengatakan mendengar anekdot jumlah perempuan Muslim yang bercadar di negara bagian itu kurang dari 50. "Yaitu sekitar 0,16 persen dari populasi Muslim di negara bagian ini," katanya.

'Nasionalisme taman trailer'

Imam Faizel mengatakan meningkatnya kebijakan garis keras di kalangan partai, justru bukan penduduk Muslim yang harus diprihatinkan. "Saya ingin menggambarkan ini sebagai semacam nasionalisme taman trailer," katanya menanggapi komentar Premier Barnett.

"Dan mengingat hal itu muncul dari partai politik utama di Australia ini menjadi perhatian khusus, bukan hanya untuk umat Islam, tetapi untuk semua warga Australia Barat," tambahnya.

"Namun saya rasa komentarnya dapat dimengerti - oportunistik - tapi dapat dimengerti," kata Imam Faizel lagi.

"Juga mungkin gejala dari memudarnya kejayaan Partai Liberal, indikasi bahwa mereka mungkin bertaruh dengan One Nation dalam upaya putus asa untuk memenangkan periode ketiga," katanya.

Tapi Premier Barnett langsung menyangkal adanya agenda politik di balik komentarnya itu ketika ditanya pada Kamis pekan lalu. "Tidak, saya tidak mengubah pandangan saya sama sekali," katanya.

"Saya tidak suka burka yang menutup penuh itu, saya percaya itu bukan cara Australia. Tapi saya tidak akan mengajukan UU untuk melarangnya," ujar dia.

Kampanye di luar platform anti-Islam

Senator Pauline Hanson, yang pekan lalu meluncurkan 60 caleg Partai One Nation yang akan bertarung dalam pemilu negara bagian WA Maret mendatang, menyatakan meskipun dia sangat percaya perlunya pelarangan burka, namun hal itu bukanlah satu-satunya perhatian dia.

"Ini memang isu besar di bagian timur (Australia). Tapi saya tidak tahu seberapa besar hal itu di sini. Tapi apakah saya menganggap hal itu akan jadi kebijakan pemilu, apa yang berada dalam benak orang-orang Australia Barat? Tidak, saya kira tidak," katanya.

Senator Hanson mengatakan burka adalah isu sampingan di WA. Dia cepat-cepat menguraikan isu pekerjaan, kejahatan dan biaya hidup sebagai perhatian utama negara bagian tersebut. Namun dia menambahkan bahwa isu burka adalah sesuatu yang "harus kita sadari dan siap hadapi jika diperlukan".

Pemimpin Partai Buruh WA Mark McGowan juga menilai isu burka sebagai isu sampingan.

Diterbitkan Pukul 15:00 AEST 23 Januari 2017 oleh Farid M. Ibrahim dari artikel berbahasa Inggris di sini.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/berita/jarang-orang-pakai-burka-di-australia/8204582
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement