REPUBLIKA.CO.ID, BOYOLALI -- Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dinilai menyerap lebih banyak tenaga kerja dibanding industri-industri skala besar. Data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor UMKM yang di dalamnya juga termasuk Industri Kecil dan Menengah (IKM) mampu menyerap tenaga kerja hingga 97 persen dari total tenaga kerja di Indonesia.
Angka tersebut mewakili jutaan pekerja di sektor UMKM dan IKM skala kecil hingga menengah. Lokasinya pun tersebar di desa-desa hingga kota besar di Indonesia. Dengan jumlah tenaga kerja sebesar itu, sudah selayaknya sektor UMKM mendapat perhatian yang serius dari pemerintah. Fakta angka di atas, kemudian mendorong pemerintah untuk menggeliatkan IKM di Indonesia. Senin (30/01) ini, bertempat di desa Tumang, Boyolali Presiden Joko Widodo meluncurkan satu lagi fasilitas yang memberikan kemudahan pada IKM bernama fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor IKM (KITE IKM).
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, fasilitas KITE IKM ini memberikan kemudahan kepada para pelaku usaha IKM. Nantinya dengan adanya fasilitas tersebut barang modal, dan bahan baku untuk keperluan produksi akan dibebaskan dari Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), ataupun Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).
"Proses impor dan ekspornya diberikan kemudahan-kemudahan lain seperti prosedur impor yang sederhana, pemeriksaan fisik secara selektif, penangguhan ketentuan pembatasan impor, kemudahan proses impor dengan disediakan aplikasi khusus," ujar Sri.
Pemerintah menargetkan efisiensi biaya produksi bagi IKM sebesar 20 persen melalui fasilitas KITE IKM. Penurunan biaya produksi diharapkan dapat dialokasikan oleh para IKM untuk mengembangkan usaha yang telah ada, menambah jumlah produksi, meningkatkan kualitas produksi, dan menurunkan harga barang. Artinya, produk IKM dapat lebih bersaing di pasar internasional dan meningkatkan ekspor nasional. "Yang lebih penting lagi penurunan biaya produksi diharapkan dapat dialokasikan untuk menaikkan kesejahteraan pekerja pada sektor IKM," kata Sri.