Rabu 01 Feb 2017 09:32 WIB

Pemerintah Palestina-Hamas Beda Pendapat Soal Pemilu Kota Praja

Warga Palestina mengibarkan bendera.
Foto: Reuters
Warga Palestina mengibarkan bendera.

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Pemerintah Otonomi Nasional Palestina (PNA) pada Selasa (31/1) memutuskan menyelenggarakan pemilihan kota praja di Tepi Barat Sungai Yordan dan Jalur Gaza pada 13 Mei dan Jalur Gaza.

Sementara itu Gerakan Perlawanan Islam (HAMAS) menyatakan keputusan tersebut tidak sah dan akan memboikotnya.

Menteri Urusan Kota Praja Palestina Hussein Al-Araj mengatakan 13 Mei diputuskan oleh pemerintah dalam pertemuan mingguan kabinetnya di Kota Ramallah, Tepi Barat, pada Selasa (31/1).

Ia mengatakan keputusan itu diambil sejalan dengan peraturan pemilihan umum. Pemilihan kota praja dijadwalkan diselenggarakan pada 8 Oktober 2016, tapi ditunda setelah satu pengadilan Palestina memutuskan pemungutan suara hanya bisa diselenggarakan di Tepi Barat sebab pengadilan HAMAS di Jalur Gaza melucuti hak puluhan calon dari Faksi Fatah, pimpinan Presiden Mahmoud Abbas, untuk mencalonkan diri.

"Satu pengadilan baru, yang khusus menangani pemilihan umum, akan didirikan dan pengadilan tersebut akan diberi wewenang untuk memutuskan apakh calon ini atau calon itu layak mencalonkan diri dalam pemilihan kota praja," kata Al-Araj.

Ia menambahkan pemilihan kota praja akan diselenggarakan di Tepi Barat dan Jalur Gaza serta Yerusalem Timur. Namun, Fauzi Barhoum, Juru Bicara HAMAS di Jalur Gaza, mengatakan di dalam pernyataan melalui surel bahwa keputusan pemilihan umum itu "ditolak dan tidak sah".

"Keputusan ini mendorong perpecahan di dalam, melayani kebijakan dan kepentingan Fatah serta membahayakan kepentingan rakyat Palestina dan lembaga mereka," kata Bahroum.

"Tidak logis untuk menyelenggarakan pemilihan umum dan memperparah perpecahan internal serta setiap pemilihan umum mesti diselenggarakan dalam kerangka kesepakatan perujukan," ia menambahkan.

Dalam wawancara eksklusif sebelumnya dengan Xinhua, Salah Al-Bardaweel, seorang pejabat senior HAMAS di Jalur Gaza mengatakan gerakannya takkan ikut dalam pemilihan kota praja di wilayah Palestina sampai berakhirnya perpecahan internal selama satu dasawarsa antara HAMAS dan Fatah. HAMAS melalui kekuatan merebut kekuasaan atas Jalur Gaza pada musim panas 2007, setelah berpekan-pekan pertempuran dengan pasukan keamanan Abbas.

Sejak itu, perpecahan politik dan geografis internal Palestina terjadi antara kedua pihak kendati ada serangkaian penengahan oleh negara Arab seperti Arab Saudi, Qatar dan Mesir. Pemilihan kota praja terakhir yang diselenggarakan di Tepi Barat tanpa melibatkan Jalur Gaza digelar pada 2011, sementara pemilihan umum terakhir diadakan di kedua daerah kantung tersebut pada 2005.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement