REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Yanuar Prihatin menilai, terdakwa penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berusaha mempolitisir posisi KH Ma'ruf Amin untuk masuk dalam pusaran konflik pilkada DKI Jakarta, saat memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan kasus penistaan agama. Padahal, kata dia, itu bisa membuat suhu konflik mudah meledak.
Selain itu, prilaku kasar Ahok di persidangan juga bisa memicu kemarahan nasional warga NU. Itu tak lain karena Ma'ruf merupakan tokoh sentral NU. "Kyai Ma'ruf adalah tokoh sentral di NU dan perilaku Ahok bisa memicu kemarahan nasional warga NU," kata Yanuar dalam pesan singkat yang diterima Republika.co.id, Rabu (1/2).
Anggota Komisi II DPR RI ini juga mempertanyakan klaim Ahok yang mengaku memiliki rekaman percakapan telepon antara KH Ma'ruf Amin dengan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono. Apalagi, Ahok tidak memiliki kewenangan menyadap layaknya institusi berwenang seperti polisi, intelijen, dan KPK.
"Jika itu benar (Ahok punya rekaman percakapan antara SBY dan Ma'ruf Amin) dari mana Ahok tahu itu kalau bukan dari institusi yang berwenang menyadap seperti polisi, intelijen dan KPK, lantas ini apa artinya?" ucap Yanuar.
Seperti diketahui, Ahok berpendapat, fatwa yang dikeluarkan MUI terkait penistaan agama merupakan pesanan dari ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pesanan tersebut, menurut Ahok, disampikan SBY kepada Ma'ruf Amin melalui sambungan telepon, dan Ahok mengaku punya bukti rekaman. Ahok juga mendesak Ma'ruf Amin untuk mengakui adanya pesanan tersebut, bahkan mengancam akan melaporkannya ke polisi.