REPUBLIKA.CO.ID, BANJARNEGARA –- Kepala Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan (Dintankan) Banjarnegara, Singgih Haryono, menyatakan sampai sejauh ini tidak ditemukan adanya hewan ternak milik peternak Banjarnegara yang terjangkit penyakit tersebut. Namun, pihaknya melakukan antisipasi dengan memperketat lalu lintas ternak dari luar daerah.
''Sejauh ini belum ada kasus Antraks di Banjarnegara. Meski demikian, kami perlu lebih memperketat pemantauan lalu lintas ternak dari luar daerah, agar kasus-kasus tersebut tidak sampai menyebar di daerah kami,'' katanya, Rabu (1/2).
Selain itu, tambahnya, pihaknya juga mengintensifkan pengawasan kemungkinan adanya kasus Antraks dengan melakukan sosialisasi pada para pedagang dan peternak di beberapa pasar hewan yang ada di Banjarnegara. Antara lain dengan memberikan pemahaman mengenai gejala-gejala hewan yang terjangkit Antraks.
''Dengan pemahaman mengenai gejalanya, pedagang bisa menghindari pembelian ternak sapi yang terkena Antraks, untuk kemudian dijual ke luar daerah. Dengan demikian, adanya kasus Antraks bisa dilokalisir,'' katanya.
Singgih menyebutkan, penyakit Antraks yang menyerang hewan ternak disebabkan oleh bakteri bernama Bacillus Anthracis. Bakteri ini dapat masuk ke tubuh manusia, bila daging hewan yang terjangkit bakteri ini dikonsumsi tanpa melalui proses memasak dengan suhu tinggi.
Sedangkan ciri ternak yang terjangkit Antraks, antara lain kondisi hewan terlihat stres, mengalami sesak napas, kejang-kejang, suhu badan hewan tinggi, dan sering membentur-benturkan kepalanya. ''Kondisi ini yang harus diwaspadai peternak. Bila menemukan hewan ternak dengan gejala penyakit semacam itu, agar segera dilaporkan pada petugas peternakan di kantor kecamatan atau langsung ke kantor Dinas,'' jelasnya.
Kepala Bidang Perternakan Siti Maechasoh, menambahkan penyakit Antraks sebenarnya tidak hanya menyerang ternak jenis sapi. Tapi juga dapat menyerang ternak mamalia lain, seperti kambing, kerbau, kuda, unta, juga dapat terkena. ''Karena itu, jika ada satu hewan ternak positif terkena Antraks, maka hewan dalam suatu tempat tersebut harus diisolasi dengan dengan radius tertentu,'' katanya.
Untuk itu, tambah Siti, jika ditemukan ada ternak mati akibat Antraks, maka pada radius tertentu dari lokasi kematiannya harus dilakukan penelitian terhadap seluruh hewan mamalia yang ada di sekitar itu. Bila hewan yang lain dinyatakan sehat, maka harus dilakukan penyemportan disinfektan untuk memastikan tidak hewan lain yang terjangkit penyakit serupa.
Siti menyebutkan, jumlah populasi ternak sapi di Banjarnegara saat ini mencapai sekitar 32 ribu ekor. Jumlah ini termasuk cukup besar, karena wilayah Banjarnegara termasuk salah satu wilayah penghasil ternak sapi cukup besar di Jawa Tengah.