Senin 18 Mar 2024 11:04 WIB

Tangani Antraks, Pemprov DIY Bakal Intervensi Praktik Brandu

Pemprov DIY akan intervensi praktik brandu yang sembelih hewan mati tangani antraks.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Bilal Ramadhan
Dokter hewan memeriksa kondisi kesehatan sapi. Pemprov DIY akan intervensi praktik brandu yang sembelih hewan mati tangani antraks.
Foto: Antara/Siswowidodo
Dokter hewan memeriksa kondisi kesehatan sapi. Pemprov DIY akan intervensi praktik brandu yang sembelih hewan mati tangani antraks.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA —- Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY, Hery Sulistio Hermawan mengatakan, Pemda DIY perlu melakukan intervensi perilaku, khususnya terhadap praktik purak/brandu ternak sakit atau mati. Sebab, perilaku tersebut menyebabkan kasus antraks terjadi di DIY. 

Brandu merupakan aktivitas yang dilakukan masyarakat dengan menyembelih hewan ternak yang sudah mati. Bahkan, sudah ditemukan puluhan suspek antraks di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Gunungkidul oleh Dinas Kesehatan DIY. 

Baca Juga

Hery menuturkan, intervensi yang dilakukan juga bertujuan untuk dapat meningkatkan efektivitas Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat dan pemilik ternak, serta dapat mengupayakan alokasi anggaran untuk semenisasi lokasi yang tercemar antraks.

“Intervensi perilaku dan peningkatan KIE ini untuk mencegah terjadinya pemotongan hewan sakit/mati atau brandu. Bersama seluruh pejabat otoritas veteriner di DIY dan para pejabat yang kompeten, kami juga menyusun zonasi pengendalian antraks dan ditetapkan oleh masing-masing kepala dinas kabupaten/kota,” kata Hery dalam keterangan resminya belum lama ini.

Hery menyebut bahwa, dalam rangka penyelesaian kasus yang sudah terjadi di Sleman dan Gunungkidul, pihaknya melakukan pendataan terhadap populasi ternak. Termasuk pendataan sarana prasarana logistik, seperti obat-obatan, vitamin, vaksin dan desinfektan, serta sumber daya.

Selain itu, pihaknya juga berupaya menyediakan sumber daya untuk memaksimalkan pengobatan pada ternak, pelaksanaan vaksinasi. Begitu pun dengan pengendalian lalu lintas hewan yang diupayakan untuk lebih intensif.

“Dalam pengendalian kasus pada ternak yang terduga antraks, perlu memperhatikan Standar Operasional Prosedur sesuai dengan Pedoman Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Hewan Menular (PHM) Seri Penyakit Antraks Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia Tahun 2016. Baik itu dari sisi penanganan hewan sakit, pemusnahan bangkai, desinfeksi lingkungan, pengobatan, vaksinasi dan pengaturan lalu lintas ternak,” ucap Hery.

Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan Dinas Kesehatan DIY, kasus suspek antraks di Sleman pada periode 8-12 Maret 2024 berjumlah 26 kasus, dengan kasus suspek meninggal satu kasus. Sedangkan, di Kabupaten Gunungkidul terdeteksi 19 kasus dalam periode yang sama, di mana dua suspek diantaranya masih menjalani rawat inap.

"Total suspek antraks ada 46 kasus. Untuk satu kasus suspek meninggal, belum terambil sampel dan belum dilakukan audit penyebab kematian," kata Kepala Dinas Kesehatan DIY, Pembajun Setyaningastutie.

Pembajun mengatakan bahwa upaya yang dilakukan untuk mengatasi kasus suspek antraks yakni dengan melakukan penyelidikan epidemiologi di kedua kabupaten, dan dilakukan pengambilan sampel pada mereka yang memiliki gejala. 

Selanjutnya, juga dilakukan pengobatan pada suspek antraks yakni mereka yang bergejala mengarah ke penyakit antraks, dan memiliki riwayat mengkonsumsi daging hewan sakit/mati mendadak.

"Kami juga melakukan pemberian profilaksis atau obat pencegahan kepada mereka yang terpapar atau tidak bergejala tetapi memiliki riwayat mengkonsumsi daging hewan sakit/mati mendadak. Kami juga melakukan edukasi kepada masyarakat terdampak oleh puskesmas dan dinas kesehatan di kedua kabupaten, terutama kepada tokoh masyarakat. Harapannya terjadi perubahan perilaku," kata Pembajun.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement