REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat telah melaksanakan hak politiknya dalam memilih pemimpinnya untuk lima tahun ke depan pada pemungutan suara Pilkada DKI Jakarta 2017. Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) menilai secara keseluruhan bahwa masyarakat telah memberikan suaranya dengan aman dan damai yang menandakan kedewasaaan pemilih di DKI Jakarta.
"Namun kami masih menemukan banyak hal yang terjadi baik sebelum pemungutan, saat pemungutan dan setelah pemungutan suara," ujar KIPP Jakarta, Rabu (15/2) malam.
Hasil pantauan KIPP Jakarta di lima wilayah DKI, ada beberapa temuan lapangan. Seperti terdapat lonjakan pemilih tambahan sehingga KPPS kekurangan formulir untuk DPTB, ada ketidakjelasan informasi dari KPPS kepada pemilih bila terjadi kekurangan surat suara di TPS.
Lalu, masih adanya Alat Peraga Kampanye (APK) yang ditemukan di sekitar TPS radius 50 meter, adanya indikasi Petugas KPPS yang telah menjabat lebih dari dua periode, dan jumlah surat suara yang diterima KPPS tidak sesuai dengan jumlah dalam Berita Acara Penyerahan surat suara. Selain itu, masih terdapat warga DKI Jakarta yang tidak memiliki KTP elektronik.
"Proses rekruitment KPPS oleh PPS tidak cermat dan teliti, sehingga pemahaman KPPS dilapangan yang satu dengan lainnya berbeda, terdapat sekitar 60 warga eks-gusuran Bukit Duri di Rusun Rawa Bebek, Jakarta Timur, yang melakukan pencoblosan tanpa melampirkan A5. Artinya ini tidak tertib prosedur," katanya.
Terakhir, kata dia, ditemukan kurangnya pemahaman KPPS, sehingga pemilih yang terdaftar di DPT dan tidak membawa form A6 (undangan) diminta untuk mencoblos pada pukul 12.00-13.00 WIB.