REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Kematian misterius saudara seayah pemimpin Kim Jong Un, Kim Jong-nam, menjadi kehilangan besar bagi Cina. Deng Yuwen, seorang komentator urusan publik di Beijing, mengatakan kematian Kim Jong-nam menghapus potensi jalan bagi Cina untuk mengekang ambisi nuklir pemimpin Korea Utara.
Kim Jong-nam diketahui telah lama tinggal di luar Korea Utara selama bertahun-tahun dan memiliki hubungan dekat dengan Cina. Ia menikah dan memiliki keluarga di Beijing dan kemudian pindah ke Macau, serta mendapatkan perlindungan dari pemerintah Cina.
"Kim Jong Un telah menguji kesabaran Cina. Jika Beijing tidak ingin melihat kehancuran total dari rezim Kim, Beijing berharap akan ada yang menggantikan Kim, Itulah sebabnya mengapa pemimpin Korea Utara itu semakin khawatir akan kehadiran saudaranya," ujar Yuwen, dikutip Free Malaysia Today.
Korea Utara telah berulang kali melakukan uji coba nuklir dan rudal, yang menimbulkan keresahan Cina. Sikap Korea Utara menempatkan Beijing di posisi sulit sebagai sekutu Korea Utara dan AS.
Sementara Kim Jong-nam yang dianggap sebagai pengganti potensial kepemimpinan Korea Utara, menjadi alat bagi Cina untuk menekan Kim Jong-un. Meski demikian, Kim Jong-nam telah masuk ke daftar eksekusi yang akan dilakukan saudaranya.
Beijing selama ini mengekspor sebagian besar makanan dan bahan bakar ke Korea Utara. Kedua negara memiliki hubungan yang solid sejak 1950, ketika mereka berjuang bersama dalam Perang Korea. Para pendiri kedua negara itu bahkan mengatakan mereka memiliki ikatan yang dibangun dengan darah.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Geng Shuang, mengatakan pembunuhan Kim Jong-nam tidak akan mempengaruhi hubungan Cina dan Korea Selatan. Walaupun sejak 2011, satu tahun sebelum Presiden Xi Jinping mengambil alih kekuasaan di Cina, kedua pemimpin negara tidak pernah bertemu.
Cina telah melihat pengembangan nuklir Korea Utara dengan keprihatinan. Pemimpinnya merilis daftar baru produk yang dilarang untuk ekspor ke Korea Utara pada Januari lalu, untuk mematuhi sanksi baru PBB dan mengatasi kecaman internasional.